BIMATA.ID, Jakarta- Pemerintah Indonesia menegaskan akan terus melanjutkan larangan ekspor mineral mentah meski dihadang keberatan dari Dana Moneter Internasional (IMF). Sebelumnya IMF mengimbau agar Indonesia mempertimbangkan penghapusan bertahap pembatasan ekspor nikel dan tidak memperluas aturan itu ke komoditas lain.
Dalam dokumen IMF Executive Board Concludes 2023 Article IV Consultation with Indonesia memberikan catatan akan beberapa hal terkait rencana hilirisasi nikel di Indonesia. Menurutnya kebijakan harus berlandaskan analisis terkait biaya dan manfaat lebih lanjut. Kemudian, kebijakan juga harus dibentuk dengan tetap meminimalisir dampak efek rembetan ke wilayah lain.
BACA JUGA: PPP Sambut Baik Rencana Prabowo Bertemu Dengan Mega
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif menyatakan, kebijakan ekspor mineral mentah merupakan upaya Indonesia berjuang untuk masa depan. Pasalnya mineral dan logam yang tersimpan di bumi Indonesia merupakan barang yang tidak terbarukan sehingga sewaktu-waktu akan habis.
Maka itu, untuk memanfaatkan mineral yang terbatas ini, Pemerintah Indonesia mendorong hilirisasi mineral di dalam negeri untuk meningkatkan nilai tambahnya.
“(Kalau digugat) mau gimana, kita harus mempertahankan semaksimal mungkin. Kenapa mereka tidak mau kerja sama, kenapa gak mau membangun processing facility di sini? Kemudian kalau dia membuat processing facility, lalu barang jadinya diekspor ke kita, kita ngapain,” ujarnya saat ditemui di Kementerian ESDM, Jumat (7/7).
BACA JUGA: Relawan di Blitar Buat Prabowo Centre, Siap Menangkan Prabowo di Pilpres 2024
Arifin pun menyinggung perihal pembangunan smelter bauksit yang tidak sesuai dengan laporan ke pemerintah di mana ketika ditinjau, proyek fasilitas pemurnian (refinery) bijih bauksit masih berbentuk lapangan kosong.
Sedangkan hingga 2022, Kementerian ESDM mengemukakan, Indonesia masih mengekspor 20 juta ton bijih bauksit karena refinery yang memprosesnya menjadi alumina sangat terbatas di dalam negeri.
Menteri ESDM menegaskan bahwa Indonesia tidak mau jika hanya menjadi tukang gali tambang, kemudian menjual barang mentah (bijih mineral) tersebut ke luar negeri.
BACA JUGA: Sekjen Gerindra Imbau Para Kader Menangkan Prabowo dengan Tenang dan Santun
“Jangan dong ya, kan kita harus juga manajemen. Anak-anaknya juga harus punya pendidikan dan kesehatan lebih baik di masa depan. Jadi jangan jadi tukang gali saja,” tegasnya.
Setelah pelarangan ekspor bijih nikel, Indonesia memberlakukan moratorium ekspor bijih bauksit yang dijalankan mulai 10 Juni 2023 lalu.
Belum lama ini, Presiden Joko Widodo menyatakan, pelarangan ekspor bijih bauksit juga mendapat respon kurang baik dari pembeli luar negeri.
BACA JUGA: Muzani: Prabowo Wakafkan Diri untuk Mengabdi Kepada Rakyat, Bangsa, dan Negara
Namun, Presiden Indonesia menegaskan, kebijakan moratorium ekspor komoditas mineral membutuhkan nyali besar. Pasalnya, setelah melaksanakan pelarangan ekspor nikel 2020 lalu, Indonesia kena gugatan dari Uni Eropa. Meskipun dinyatakan kalah pada gugatan Uni Eropa di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), Pemerintah mengajukan banding.
“Uni Eropa saya juga masih berkawan baik kok dengan Presiden EU Ursula von der Leyen, bicara baik baik tapi ya kita hadapi. Jangan sampai digugat kalah langsung mundur, ya engga jadi industri kita,” kata Jokowi dalam acara 1 Dekade Bara JP di Youtube Kompas TV, Minggu (18/6).
Belum selesai proses hukum dengan Uni Eropa, kali ini kebijakan larangan ekspor bijih bauksit berpotensi kena gugatan China.
BACA JUGA: Soal Cawapres, Prabowo: Harus Tenang dan Tidak Boleh Gegabah
“Ini bauksit kita ini digugat lagi, gak tau yang gugat, mungkin dari Tiongkok, karena ekspor kita banyak ke sana,” ujarnya.
Namun Jokowi bilang, Indonesia tidak gentar menghadapi gugatan itu. Menurutnya sebagai negara besar, nyali pun harus perkasa.