BeritaHeadlineHukumNasional

KPK Ingin Aturan Politisi Hingga Kepala Daerah Jadi Pebisnis Dibentuk

BIMATA.ID, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia (RI), menyayangkan tidak adanya pihak yang bergerak membuat aturan conflict of interest terhadap politisi, kepala lembaga, dan kepala daerah yang menjadi pebisnis.

Hal itu disampaikan oleh Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK RI, Pahala Nainggolan, menyoroti turunnya skor Corruption Perception Indexs (CPI) atau Indeks Persepsi Korupsi (IPK) tahun 2022 yang menempatkan Indonesia pada ranking 110 dari 180 negara.

Berdasarkan data Transparency International Indonesia (TII), skor IPK Indonesia tahun ini meraih skor 34 dari total skor 100 atau turun empat poin dari tahun 2021 dengan skor 38. Pada pengukuran CPI 2022, KPK RI menyoroti indikator Political Risk Service (PRS) International Country Risk Guide yang skornya turun signifikan.

Baca juga: Prabowo Subianto Sapa Pengguna Twitter Dengan Foto Senyum, Dipuji Netizen

“Ini menunjukan para pelaku usaha menghadapi risiko politik dalam berusaha di Indonesia. Maka untuk menekan risiko itu, butuh terobosan dan keinginan untuk bergerak dan berubah bersama-sama secara masif dengan meninggalkan ego sektoral,” ucap Pahala, Selasa (31/01/2023).

Pada level mikro, Pahala menambahkan, butuh terobosan perbaikan pada sektor pengadaan barang atau jasa dan perizinan. Data KPK RI menunjukkan, modus korupsi pengadaan barang atau jasa tercatat sudah menyentuh angka 277 dan perizinan di angka 25 perkara.

“Politisi, kepala lembaga, dan kepala daerah bisa menjadi pebisnis dan tidak ada aturan conflict of interest-nya. Sayangnya, tidak ada yang bergerak membuat perbaikannya,” sambungnya.

Lihat juga: Netizen Kagum Saat Prabowo Subianto Unggah Foto Karya Arbain Rambey

Terhadap sektor politik, KPK RI juga memberikan catatan tingginya keterlibatan politisi dalam tindak pidana korupsi. Lembaga Antirasuah ini mengidentifikasi salah satu permasalahannya adalah minimnya pendanaan partai politik (parpol).

“KPK telah seringkali mendorong penambahan anggaran parpol agar lebih mandiri. Sehingga, pemerintah bisa meminta pertanggung jawaban laporan keterbukaan dari setiap parpol,” imbuh Pahala.

Pun, KPK RI mengharapkan harmonisasi berbagai kebijakan antar-kementerian, lembaga, serta pemerintah daerah yang tumpang tindih. Agar pelaksanaan operasional di lapangan tidak lagi terhambat dan berpeluang menimbulkan potensi terjadinya korupsi.

Simak juga: Prabowo Subianto Kembali Tunjukkan Tata Krama Saat Unggah Fotonya

Selain itu, Pahala mengungkapkan, pihaknya juga menyampaikan pentingnya penguatan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP). KPK RI mencatat, empat poin yang harus didorong perbaikannya, yakni ketersediaan SDM, kewenangan, anggaran, dan kompetensi.

“Sekarang yang kita butuhkan adalah terobosan dan kerja bersama. KPK tidak bisa sendiri, perlu kerja extra ordinary dari seluruh pihak, hingga akhirnya kita bisa yakin CPI nantinya bisa kembali meningkat,” ungkapnya.

[MBN]

Tags

Tulisan terkait

Bimata
Close