BeritaHukumNasionalPolitikRegional

PUU Bidang Polhukham Himpun Masukan Metode Crysis dengan Stakeholder Bali

BIMATA.ID, Bali – Pusat Perancangan Undang-Undang (PUU) Bidang Politik, Hukum, dan Hak Asasi Manusia (Polhukham) Badan Keahlian (BK) Sekretariat Jenderal DPR RI telah mengadakan Focus Group Discussion (FGD) yang bertemakan ‘Membangun Komitmen Bersama dalam Kolaborasi Pencegahan Korupsi Politik Berbasis Krisis’.

Lidya Suryani Widayati, Kepala Pusat PUU Polhukham, menjelaskan bahwa ini merupakan kali kedua FGD diadakan di daerah guna mengumpulkan masukan terkait dengan Analisis Risiko Korupsi (krisis) sebagai metode pencegahan korupsi politik.

Pada FGD tersebut, Lidya mengikuti diskusi bersama Tim Krisis dengan berbagai pemangku kepentingan di Bali, termasuk akademisi, eksekutif, dan legislatif. Beberapa di antaranya adalah I Putu Suarta (Kabag Fasilitasi Peraturan Perundang-undangan Kab/Kota Sekretariat Daerah Provinsi Bali), I Gede Indra Dewa Putra (Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Bali), dan Putu Eva Ditayani Antari (Akademisi Fakultas Hukum Universitas Pendidikan Nasional).

“Dari masukan yang kami terima dari salah satu narasumber, disarankan agar metode Krisis diintegrasikan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, terutama dalam Naskah Akademik. Ini berarti bahwa dalam setiap Naskah Akademik yang berisi rancangan undang-undang, harus ada bab khusus yang mengatur tentang penggunaan metode Krisis. Selain itu, kriteria Krisis harus dijelaskan dalam naskah tersebut. Demikian juga, rumusan norma-norma dalam rancangan undang-undang harus merujuk pada metode Krisis,” jelas Lidya kepada media, di Bali, pada Kamis (19/10/2023).

Baca Juga : Jelang Pilpres 2024 Basis Lama Kembali, Elektabilitas Prabowo Makin Solid

Putu Eva Ditayani Antari, yang merupakan narasumber dari Fakultas Hukum Universitas Pendidikan Nasional (UPN), mengapresiasi adanya FGD ini. Ia menyadari bahwa partisipasi publik dan upaya perubahan dalam undang-undang tentang pembentukan peraturan perundang-undangan yang menggunakan metode Krisis merupakan hal yang penting dalam mencegah korupsi politik, khususnya dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan.

Putu Eva mengungkapkan, “Korupsi politik memiliki dampak yang lebih besar, karena penyelewengan terjadi pada kebijakan hukum yang berdampak pada masyarakat umum. Ini tidak hanya merugikan individu atau negara, tetapi juga masyarakat secara luas. Oleh karena itu, kolaborasi yang berbasis pada metode Krisis sangat penting.”

Ia juga menekankan bahwa partisipasi publik adalah komponen kunci dalam pembentukan kebijakan publik. Kolaborasi melibatkan berbagai sektor dan pihak dapat memastikan berbagai pandangan dan masukan yang akan meningkatkan efektivitas kebijakan.

“Pembentukan peraturan perundang-undangan bukanlah tanggung jawab eksklusif parlemen, melainkan sebuah upaya bersama yang melibatkan masyarakat. Parlemen harus menjadi fasilitator dalam merumuskan kebijakan yang akan bermanfaat bagi masyarakat,” tambah Eva.

Putu Eva Ditayani Antari juga berharap bahwa segala kekurangan dalam undang-undang mengenai pembentukan peraturan perundang-undangan (UU PPP) bisa diperbaiki sebelum menjadi bahan perdebatan di mahkamah konstitusi. Ia menegaskan bahwa pengawasan internal lebih penting daripada pengawasan eksternal untuk memastikan validitas lembaga tersebut.

Diketahui, Analisis Risiko Korupsi (Krisis) merupakan salah satu metode yang digunakan, selain Metode Analisis Dampak Regulasi (RIA), dalam UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Nomor 13 tahun 2022 yang mengubah UU Nomor 12 tahun 2011.

Kolaborasi dengan menggunakan metode Krisis diperlukan karena tanggung jawab pembentukan peraturan perundang-undangan tidak hanya terletak di DPR, tetapi juga ada di pemerintah, DPD, DPRD, dan pemerintah daerah.

Simak Juga : Prabowo Subianto Dapat Dukungan dari Petani dan Nelayan di Batang

Sebagai informasi tambahan, beberapa negara seperti Rusia, Albania, Italia, Portugal, dan Korea Selatan telah menerapkan metode Krisis, sedangkan di Indonesia, PPATK dan KPK menggunakan ‘corruption risk assessment’ untuk peraturan yang sudah ada.

Metode Krisis digunakan untuk mengidentifikasi dan mencegah risiko serta menganalisis norma-norma pada tahap penyusunan rancangan undang-undang, sehingga upaya pencegahan dimulai sejak awal tahap penyusunan tersebut.

Tags

Tulisan terkait

Bimata
Close