BeritaNasionalPendidikanPeristiwaPolitikRegional

Soroti Kasus Siswa SMP Bakar Sekolah, Dede Yusuf Minta Aktifkan Kembali Guru BK

BIMATA.ID, Jakarta – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Dede Yusuf, mengamati kasus siswa SMP berinisial RSE (14) yang telah membakar sekolahnya akibat sakit hati terhadap sikap guru dan teman-temannya di Temanggung, Jateng. Menurutnya, peran bimbingan konseling di era keterbukaan informasi seharusnya lebih ditingkatkan.

Dede menyampaikan, bimbingan atau pendampingan konseling tidak hanya bisa dilakukan oleh guru semata, akan tetapi juga dapat dibantu oleh siswa-siswa yang tertarik dalam bidang psikologi dan telah mendapat pelatihan.

“Perlu diberikan pelatihan konseling dari psikolog agar memberikan pelatihan dasar kepada siswa-siswa yang tertarik menjadi relawan-relawan konselor,” kata Dede Yusuf melalui keterangannya kepada media, Rabu (05/07/2023).

Baca Juga : Survei 3 Capres Poligov: Elektabilitas Prabowo Tinggalkan Ganjar dan Anies

“Karena anak-anak ini kalau punya masalah nggak mau melaporkan kepada guru, dia maunya ngobrol dengan sesama temannya. Jika diam dan tidak berbicara maka bullying akan terus terjadi, harus ada teman yang diajak bicara,” tambahnya.

Dia juga meminta pembentukan kembali guru BP (Bimbingan Penyuluhan) atau BK (Bimbingan Konseling) di sekolah-sekolah guna mengantisipasi adanya kejadian bullying atau perundungan.

“Dulu setahu saya ada yang namanya guru BP seperti bimbingan konseling. Sekarang ini kan tidak terlalu berfungsi. Padahal kan bimbingan konseling ini perlu sekali,” jelasnya.

Cek Juga : ProJo Sumbar Deklarasi Dukung Prabowo Capres 2024

Wakil Ketua Komisi X DPR RI itu mengatakan, bahwa korban yang mengalami pembullyan memiliki sisi traumatis yang memungkinkan adanya tindakan murung atau malah pembalasan yang mungkin di luar nalar manusia. Oleh karena itu, ia menyebutkan, bahwa pembullyan harus diantisipasi.

“Yang saya lihat anak-anak korban perundungan yang terbebankan. Katakanlah korban itu bisa menjadi trauma, bisa juga akhirnya membalas,” ujarnya.

Selain itu Dede mengungkapkan, kejadian bullying atau perundungan kerap terjadi akibat tiga hal. Pertama karena ‘keterbukaan informasi media sosial’ yang luas sehingga menimbulkan persepsi bahwa melakukan hal tersebut memiliki kesan hebat dan keren.

“Tentunya peran dari pada informasi yang ataupun kita sebut saja media sosial, pemberitaan TV yang cenderung membuat bullying itu menjadi justifikasi sehingga anak-anak melihat kok keren deh kita bisa melakukan bullying kepada orang lain,” tegasnya.

Simak Juga : Pengamat: Diamnya Jokowi Untungkan Prabowo, Rugikan Ganjar Pranowo

Lalu kedua, karena seharusnya fungsi ‘pengawasan’ dilakukan dua pihak yakni guru dan orang tua. Menurut Dede, saat ini tidak ada kolaborasi yang tepat antara guru dan orang tua dalam memperhatikan tumbuh kembang anak.

“Kita melihat sekarang hubungan orang tua dengan guru ini semakin kurang terjadi karena berbagai faktor. Seolah-olah kalau orang tua menitipkan anak di sekolah maka itu sudah menjadi tugas sekolah, padahal kan pendidikan karakter dimulai dari rumah,” imbuhnya.

Dede menambahkan, perundungan dapat terjadi lantaran saat ini banyak sekolah yang hanya mengedepankan pendidikan ilmu pengetahuan saja. Dede menyatakan, banyak sekolah yang dewasa ini kurang mengedepankan pendidikan karakter.

“Dan yang ketiga tentu kita lihat kurangnya faktor pendidikan karakter dan akhlak. Masih banyak sekolah-sekolah yang hanya mendorong atau menomorsatukan pendidikan kognitif tanpa mendorong pendidikan akhlak,” pungkasnya.

Tags

Tulisan terkait

Bimata
Close