BeritaHeadlineHukumNasional

Bareskrim Polri Selidiki Dugaan Aliran Dana ACT ke Parpol

BIMATA.ID, Jakarta – Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri tengah menyelidiki dugaan aliran dana Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) dari dan ke partai politik (parpol).

Kepala Subdirektorat (Kasubdit) IV Dittipideksus Bareskrim Polri, Kombes Pol Andri Sudarmaji menyampaikan, pihaknya tengah mendalami hal tersebut.

“Masih pendalaman (apakah ada dana mengalir atau dari partai politik atau tidak),” ucapnya, Kamis (28/07/2022).

Bareskrim Polri sendiri telah menyita 44 mobil dan 12 motor milik Yayasan ACT. Penyitaan itu buntut kasus dugaan penyelewengan dana CSR Boeing untuk ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610.

Kombes Pol Andri menjelaskan, puluhan barang bukti yang disita merupakan kendaraan operasional milik Yayasan ACT.

Bareskrim Polri telah menetapkan empat petinggi Yayasan ACT sebagai tersangka kasus penyelewengan dana donasi korban Lion Air. Yakni, eks Presiden ACT, Ahyudin, Presiden ACT, Ibnu Khajar, Ketua Dewan Pembina ACT, Novardi Imam Akbari, dan Senior Vice President Operational Global Islamic Philantrophy, Hariyana Hermain.

Total dana yang diselewengkan petinggi Yayasan ACT mencapai Rp 34 miliar.

Dana tersebut merupakan sisa dari program bantuan sosial yang dikelola Yayasan ACT untuk keluarga korban insiden jatuhnya pesawat Lion Air. Adapun yayasan itu mendapat mandat dari Boeing untuk mengelola dana bantuan sosial Rp 138 miliar.

Lembaga filantropi ini telah menggunakan dana dari Boeing sebanyak Rp 103 miliar untuk bantuan sosial (bansos) kepada keluarga korban Lion Air. Wakil Dirtipideksus Bareskrim Polri, Kombes Pol Helfi Assegaf mengungkapkan, dana Rp 34 miliar tersebut digunakan untuk berbagai kegiatan.

Misalnya, pengadaan armada truk Rp 2 miliar, program big food bus Rp 3,8 miliar, dan pembangunan Pesantren Peradaban Tasikmalaya Rp 8,7 miliar. Selanjutnya, Koperasi Syariah 212 Rp 10 miliar, dana talangan CV Tune Rp 3 miliar, dan dana talangan PT HBGS Rp 7,8 miliar.

Atas perbuatan mereka, Ahyudin dkk dijerat dengan Pasal 372 KUHP dan 374 KUHP tentang Tindak Pidana Penggelapan dan/atau Penggelapan Dalam Jabatan.

Kemudian, Pasal 45A Ayat 1 Juncto Pasal 28 Ayat 1 Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan/atau Pasal 70 Ayat 1 dan Ayat 2 Juncto Pasal 5 UU Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.

Lalu Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 UU Tahun 2010 tentang Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang. Terakhir, Pasal 56 KUHP Juncto Pasal 56 KUHP tentang turut serta melakukan perbuatan pidana dengan ancaman pidana 20 tahun penjara.

[MBN]

Tags

Tulisan terkait

Bimata
Close