BeritaNasionalPolitik

Mahfud Prediksi Ada Tudingan KPU Curang di Pemilu 2024

BIMATA.ID, Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Republik Indonesia (RI), Mahfud MD memprediksi, nanti pada pemilihan umum (Pemilu) 2024 bakal ada yang menuding bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI melakukan kecurangan.

“Ini dikarenakan sudah beberapa kali Pemilu, dan kasusnya seperti itu ratusan. Padahal, curangnya itu di bawah,” ucapnya, saat memberikan Pidato Kebangsaan dalam acara Dies Natalis ke-25 Universitas Paramadina di Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Selasa (10/01/2023).

Dia menjelaskan, ketika menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) RI terdapat 72 Anggota DPR RI terpilih dari pusat sampai ke daerah pada Pemilu 1999 dibatalkan. Hal itu dikarenakan memang terjadi kecurangan. Tetapi ingat, curangnya tersebut antar kontestan atau horizontal.

“Bisa jadi antarpemain dari sejak lurah, camat, ada KPU yang takut dengan bupati setempat, dan dia juga yang menentukan suara. Contohnya ya seperti itu catatan-catatannya di dalam perjalanan Pemilu kita. Tetapi, itu semua tidak signifikan terhadap keseluruhan,” jelas Mahfud MD.

Oleh sebab itu, bisa disebutkan bahwa persoalannya adalah bagaimana membangun konfigurasi politik yang lebih demokratis.

Mahfud menerangkan, kalau rakyat ingin perbaikan agar pemerintahan bersih dari korupsi dan ingin ada Undang-Undang (UU) tentang Perampasan Aset. Maka, pihaknya telah mengajukan UU tentang Pembatasan Belanja Uang Tunai dengan tujuan agar tidak terjadi korupsi dalam proyek Pemerintah RI. Namun, partai politik (parpol) di DPR RI tidak mau.

“DPR juga tidak mau dengan pertimbangan-pertimbangan politik bahwa, dia lembaga demokratis. Tentu, pemerintah tidak bisa apa-apa,” tandas mantan Ketua MK RI ini.

“Jika Menko Polhukam juga diminta agar jangan diam ketika ada hakim agung korupsi. Masalahnya kami tidak boleh masuk, karena kita bersama yang membuat aturan demokrasi bahwa, pemerintah tidak boleh ikut campur kalau urusan hakim agung,” sambungnya.

Jadi persoalannya, bagaimana membangun ke depan demokrasi yang lebih berkeadaban dan keluar dari konfigurasi politik korupsi. Hal tersebut adalah tugas para akademisi sebagai konseptor sekaligus menawarkan jalan keluar.

“Tetapi, bagaimana agar bisa tembus mengubah sistem melalui proses-proses politik yang demokratis dan tidak merusak kehidupan bersama,” ungkap Mahfud.

[MBN]

Tags

Tulisan terkait

Bimata
Close