BIMATA.ID, Jakarta – Menteri Kordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Republik Indonesia (RI), Mahfud MD menilai, polemik tiga periode jabatan Presiden dan Wakil Presiden sebetulnya wacana dan diskusi massa yang menarik.
Akan tetapi, jangan asal menuduh bahwa polemik tersebut sebagai dorongan dari Pemerintah RI untuk mengusulkan perubahan Pasal 7 UUD 1945. Ia mengatakan, tidak ada wacana dan diskusi apapun di jajaaran kabinet maupun pemerintahan.
“Asyik saja baca-baca (wacana) begitu. Tidak apa-apa. Tetapi, kalau Pemerintah tidak punya wacana tentang mau tiga kali, empat kali, lima kali,” kata Mahfud, saat berkunjung ke Kejaksaan Agung (Kejagung) RI, Senin (15/03/2021).
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) RI ini memastikan, masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden tetap mengacu pada Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang berlaku.
“Kita ikut Undang-Undang Dasar yang berlaku sekarang saja,” imbuh Mahfud.
Alumnus Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta ini mengemukakan, sebetulnya Pemerintah RI tidak punya otoritas dalam mewacanakan ataupun mengusulkan perpanjangan periode jabatan Presiden dan Wakil Presiden.
Oleh sebab itu, polemik dan diskusi tentang penambahan periode Presiden dan Wakil Presiden jangan sampai membawa Pemerintah RI sebagai pihak pengusul.
“Jadi jangan diseret-seret ke kabinet lah. Urusan itu diskusinya MPR dan parpol-parpol. Dan itu memang haknya. Kalau pemerintah, tidak punya wacana itu,” ujar Mahfud.
Dalam sepekan ini, Wacana amandemen UUD 1945 terkait dengan penambahan masa jabatan Presiden menjadi tiga kali mencuat. Belakangan, Amien Rais bahkan menuding adanya upaya Pemerintah RI bersama koalisinya di parlemen untuk membuka peluang mengubah Pasal 7 UUD 1945.
Keterangan pasal tersebut membatasi masa Presiden hanya dua periode. Perubahan yang dimaksud adalah menjadi tiga periode.
[MBN]