Opini

Soal Isu Kudeta, AHY Harus Realistis

Penulis, Moh Nurmawan Pakaya

BIMATA.ID, Opini — Saya kira para pimpinan-pimpinan partai harus banyak belajar soal kepemimpinan dari Mendiang Bapak Suharto. Sehingga tidak akan lahir pimpinan partai yang baperan.

Menahkodai sebuah partai bukan perkara mudah. Sang nahkoda harus memiliki mental kepemimpinan yang tegas dan bijaksana. Bukan malah sebaliknya memupuk mental ke-baper-annya yang berimbas pada kondisi kader partai yang tidak saling percaya satu dengan lainnya. 

Kejadian baru-baru ini, soal isu kudeta yang dilontarkan oleh Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono alias AHY. Kini telah menjadi sorotan media nasional. Menurutnya ada upaya kudeta terhadap dirinya sebagai ketum Partai Demokrat. Iya kah? 

Bahkan tak tanggung-tanggung, tudingan itu pun menyeret beberapa nama tokoh, baik internal maupun eksternal. Lucunya salah satu nama tokoh istana ikut dituding menjadi salah satu aktor yang akan melakukan kudeta tersebut. Ya, siapa lagi kalau bukan pak Moeldoko yang menjadi korban atas tudingan tersebut. 

Di sini saya tidak sedang membela pak Moeldoko, juga tidak mempermasalahkan tudingan receh dari kelompok AHY. Lagipula saya ini siapa? Pengamat politik juga bukan. Saya hanya sadar diri bahwa setiap warga negara berhak mengeluarkan bacotannya di depan umum. Selagi tidak membikin orang lain tersinggung. Dan semoga tidak ada yang tersinggung.

Jika harus menghadirkan nama seorang Moeldoko di tengah isu kudeta AHY sebagai ketua umum Partai Demokrat, Emang ada urusan apa pak Moeldoko dengan partai Demokrat?

Saya tahu, semua orang juga tahu jabatan Pak Moeldoko saat ini adalah kepala staf kepresidenan pun semua orang juga tahu nama Pak Moeldoko tidak terdaftar sebagai anggota partai manapun. Semoga saya tidak keliru. 

Lantas jika sewaktu-waktu Pak Moeldoko ingin menjadi anggota partai, saya kira itu adalah hak konstitusionalnya sebagai warga negara Indonesia yang ingin berpolitik. Bukankah demikian adanya? Sama halnya Pak AHY yang dipercayakan para kader Demokrat untuk menjadi nahkoda partai. Kendati demikian, di luar sana ada suara-suara sumbang “partai ini bukan milik keluarga”.

Lalu apa sebenarnya alasan mendasar kelompok Pak AHY menyeret nama seorang Moeldoko? Isu pilpres 2024? Yang konon katanya pak Moeldoko ingin maju sebagai Calon Presiden? Ya terserah pak Moel dong. 

Lagipula tidak harus melalui partai Demokrat untuk mencalonkan diri sebagai Presiden kan? Kurang lebih ada 14 Partai peserta pemilu mendatang loh. Pak Moel juga bebas memilih mau maju atau diusung oleh partai apa. Terserah beliau. 

Jika saya boleh berterus terang, masih terlalu dini bagi pak AHY menjadi nahkoda partai sebesar Demokrat. Saya bukannya ragu namun akan lebih bertambah keyakinan saya jika Pak AHY lebih realistis lagi menyikapi dinamika di partai politik. 

Toh imbas dari segala hal yang ada di dunia politik adalah kepentingan. Jika kepentingan pak AHY untuk membuat Partai Demokrat kuat, saya kira tidak akan ada analisa 360 pemegang suara yang dapat diajak dan dapat dipengaruhi dalam upaya menggulingkan bapak sebagai ketum. 

Terlebih imbalan 100 juta bagi setiap pimpinan partai di daerah. Itu tidak akan mungkin terjadi selama niat dan kepentingan bapak semata-mata untuk kepentingan partai bukan pamor politik semata.

Semoga Pak AHY dalam keadan sehat di tengah isu kudeta yang menerpa Partai Demokrat. 

Aamiin.

Tags

Tulisan terkait

Bimata
Close