BIMATA.ID, JAKARTA- UU Cipta Kerja diharapkan membawa lebih banyak optimisme di pasar properti Indonesia baik kelas atas, menengah ke bawah, maupun pasar masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Country Manager Rumah.com Marine Novita menyatakan pada segmen premium, UU Cipta Kerja membuka kepemilikan apartemen di atas tanah bersertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) untuk warga negara asing (WNA), sedangkan untuk segmen MBR, UU Cipta Kerja mengamanahkan pendirian Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan.
“Kami berharap UU Cipta Kerja bisa mendorong industri properti karena adanya regulasi baru di pasar premium di mana WNA diberikan kemudahan dalam membeli apartemen. Mereka bisa memiliki apartemen di atas tanah HGB (Hak Guna Bangunan), sebelumnya hanya terbatas di atas tanah dengan status hak pakai,” jelas Marine melalui keterangan tertulis.
Pembentukan Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan dalam UU Ciptaker membuka peluang tersedianya hunian murah di tengah kota.
Dia juga mengemukakan masyarakat tidak perlu khawatir harga apartemen di atas tanah HGB naik secara drastis karena terbitnya UU Cipta Kerja akan diikuti oleh peraturan pelaksanaan di bawahnya yang diperkirakan mengatur tentang batasan harga apartemen yang bisa dimiliki oleh WNA.
Marine mengutip survei Indonesia Property Market Index Q2 2020 yang mencatat indikasi pulihnya kepercayaan pemangku kepentingan di bidang properti, terutama dari sisi penyedia suplai baik pengembang maupun penjual properti termasuk untuk hunian apartemen.
Rumah.com Indonesia Property Market Index – Harga (RIPMI-H) Q2 2020 berada pada angka 110,6 atau turun 1,7 persen dari kuartal sebelumnya. Secara tahunan (year-on-year), RIPMI-H kuartal kedua 2020 mengalami kenaikan 2,3 persen.
Indeks harga apartemen tercatat pada 116,5 atau naik tipis sebesar0,4 persen (qtq) dan 1,5% (yoy). Angka kenaikan tahunan pada kuartal kedua 2020 ini masih lebih kecil dibandingkan dengan rata-rata kenaikan apartemen secara tahunan yakni sebesar 5 persen.
Pada sisi suplai properti, Indonesia Property Market Index – Suplai (RIPMI-S) pada kuartal II/2020 berada pada angka 131,6 atau naik sebesar 21 persen dibandingkan dengan kuartal sebelumnya.
Kenaikan pada kuartal kedua ini tampaknya sebagai kompensasi di mana suplai pada kuartal sebelumnya tertahan dan turun 5 persen (qtq) pada kuartal I/2020. Indeks suplai apartemen juga mencatat kenaikan yaitu berada pada angka 106,6 atau naik 12 persen qtq.
Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan bertujuan mempercepat pembangunan perumahan bagi MBR sekaligus mengatasi backlog atau minimnya pasokan dibandingkan dengan kebutuhan rumah murah.
Lembaga baru ini juga akan mengelola dana konversi hunian berimbang yang kemudian akan dimanfaatkan untuk membangun rumah susun umum di wilayah perkotaan. Diharapkan penyediaan rumah bagi MBR bisa dipacu setelah dibentuk badan ini sehingga backlog perumahan bisa segera diselesaikan.
MBR memang sedang mendapat perhatian khusus dari pemerintah terutama dalam kepemilikan rumah. Sebelumnya pemerintah menghadirkan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) sehingga MBR bisa mendapatkan kesempatan untuk memiliki rumah karena tidak semua MBR bisa mempunyai akses ke perbankan untuk mendapatkan kredit pemilikan rumah (KPR). “Selain itu, terdapat kebijakan subsidi bunga KPR bagi MBR,” kata Marine.
Survei Consumer Sentiment Study H2 2020 mencatat 36 persen responden MBR puas terhadap langkah pemerintah untuk menstabilkan pasar properti tanah air, sedangkan yang tidak puas 19 persen responden.
Hasil survei kali ini diperoleh berdasarkan 1007 responden dari seluruh Indonesia yang dilakukan pada Januari hingga Juni 2020.
Marine mengingatkan bahwa berdasarkan data Rumah.com, segmen terbesar adalah kelas menengah. Jika UU ini mengubah pola ketenagakerjaan sehingga lebih banyak karyawan kontrak, maka pelaku industri harus beradaptasi untuk memenuhi kebutuhan mereka terutama dalam pengambilan KPR,” kata Marine. Status karyawan tetap atau kontrak menjadi salah satu faktor penting dalam pengajuan KPR.
Berdasarkan hasil survei Rumah.com Consumer Sentiment Study H2 2020, 46 persen responden menyatakan bahwa pekerjaan atau penghasilan yang tidak stabil menjadi faktor kedua hambatan utama untuk mengambil KPR.
(Bagus)
Terkait