BeritaRegional

Sultan : Indonesia Lebih Tepat Disebut Negara Maritim Ketimbang Negara Kepulauan

BIMATA.ID, Yogyakarta – Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X menilai Indonesia lebih tepat disebut sebagai negara maritim ketimbang negara kepulauan.

“Kita menjadi salah arah karena terlanjur salah kaprah dalam membaca teks Ilahi dan tekstur alami yang sesungguhnya melekat pada bangsa kita sendiri, yaitu keandalan maritim dan budaya bahari,” kata Sultan HB X, dikutip dari antaranews, Selasa (03/10/2023).

Saat menjadi pembicara dalam Sarasehan HUT ke-78 TNI Angkatan Laut di Jakarta Utara (2/10), Sultan menekankan pembangunan berbasis maritim bukan sekadar retorika, melainkan harus menjadi kesadaran kolektif mengingat kondisi geografis Indonesia yang dua pertiga wilayahnya adalah lautan.

“Napoleon Bonaparte mengatakan, dasar politik negara berada dalam geografinya. Atas dasar itu, maka Indonesia harus menjadikan visi maritim sebagai ‘light-star’,” ucapnya dalam sarasehan bertajuk “Refleksi Dan Proyeksi Eksistensi Prajurit Jalasena Untuk Melaju Mewujudkan Indonesia Maju” itu.

Baca Juga : Survei LSI Denny JA, Elektabilitas Prabowo Kokoh Pepet 40% Lampaui

Untuk mempertahankan kedaulatan Negara Maritim, menurut Sultan, salah satu prasyaratnya adalah memperkuat alutsista angkatan laut (AL) dan angkatan udara (AU), agar menjadi kekuatan laut terbesar di Asia Tenggara.

Selain itu, harus didukung kesadaran masyarakat untuk membangun strategi maritim dan budaya bahari unggul untuk meningkatkan martabat bangsa.

“Budaya bahari Indonesia lahir dari kearifan kontemplasi ‘local genius’ dan memiliki aliansi strategis dengan pertahanan maritim, apabila direngkuh, dilestarikan dan diberdayakan. Sayangnya, budaya bahari tersebut telah luntur sehingga perlu siasat percepatan dan penguatan kembali,” tuturnya.

Salah satu cara untuk menguatkan kembali budaya bahari melakukan redesain budaya bahari dengan geostrategi melalui pendidikan berbasis kemaritiman dan membiasakan gemar makan ikan laut guna meningkatkan konsumsi kalori per kapita rakyat Indonesia.

“Lunturnya budaya bahari dapat dianalogikan rendahnya konsumsi ikan dan dampak illegal fishing belum dianggap ancaman. Jika konsumsi ikan orang Indonesia meningkat akan mendorong Pemerintah serius menangani lautnya, agar kebutuhan konsumsi ikan terpenuhi,” jelasnya.

Menurut Sultan, semangat dan keterampilan bahari yang pernah menjadi kebanggaan bangsa Indonesia perlu digali dan dikembangkan kembali di kalangan generasi muda agar bangsa Indonesia mampu menjadi tuan di negeri mereka sendiri.

Visi Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia, menurut Sultan, layaknya oase di padang pasir, di tengah pemikiran mandek terhadap pembangunan yang berorientasi ke darat.

Simak Juga : Survei Denny JA: Prabowo Unggul 52,3% versus Ganjar 44,2% Head to Head

Dengan adanya pilar dan konsep Poros Maritim Dunia tersebut, ungkap dia, prioritas pembangunan maritim memang harus diwujudkan sebagai garda peradaban Indonesia masa depan, yang menjamin kehidupan ekonomi, sosial dan politik, serta marwah Indonesia di percaturan politik global.

Dengan berbagai potensi yang melingkupinya, Sultan meyakini kemaritiman akan menjadi salah satu solusi kunci dalam berbagai permasalahan global di masa depan.

“Sejatinya revitalisasi budaya bahari memang perlu dibangkitkan kembali, guna mempercepat kebangkitan Indonesia melalui gagasan Poros Maritim Dunia, seiring upaya memperkuat pertahanan maritim semesta didukung masyarakat Indonesia yang penuh kesadaran mencintai lautnya,” pungkasnya.

Tags

Tulisan terkait

Bimata
Close