BeritaHukumNasionalPolitik

Arsul Sani : Kerja Sama KPK – TNI Diperlukan Guna Pengusutan Dugaan Kasus Korupsi Kepala Basarnas

BIMATA.ID, Jakarta – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Arsul Sani mendorong adanya kerja sama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) terkait pengusutan dugaan kasus korupsi yang dilakukan oleh Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) Marsekal Madya Henri Alfiandi.

Arsul mengatakan, saat ini masyarakat menunggu langkah lanjutan dari KPK dan Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI untuk menyelesaikan perkara dugaan korupsi tersebut. Dengan adanya kerja sama dalam proses penegakan hukum maka pengusutan perkara bisa berjalan optimal.

“Polemik terkait dengan penetapan tersangka terhadap perwira TNI aktif ini diakhiri dan selanjutnya baik KPK maupun Puspom TNI membentuk tim koneksitas untuk melakukan proses terhadap dua perwira TNI aktif tersebut,” kata Arsul kepada media di jakarta, Selasa (01/8/2023).

Baca Juga : Endipat Wijaya Sampaikan Pesan Prabowo Subianto ke Warga Bengkong

“Dengan demikian nantinya akan ada paralelitas dan sinkronitas antara proses hukum terhadap warga sipil dan perwira TNI aktif yang diduga terlibat dalam tindak pidana korupsi tersebut,” ujarnya.

Selain itu, Arsul meminta agar gesekan antara KPK dan TNI soal penetapan tersangka tidak diperpanjang. Apalagi, kedua pihak telah bertemu guna membahas penanganan perkara tersebut. Dirinya tidak ingin proses penanganan perkara tidak berjalan dengan baik.

Legislator Fraksi PPP itu pun mencontohkannya dengan kasus tindak pidana korupsi pengadaan Helikopter AW-101 tahun 2015-2017. Saat itu Puspom TNI menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) pada lima tersangka dari unsur militer yang diduga terlibat.

Simak Juga : Prabowo Dinilai Lebih Menggaransi Masa Depan Anak Jokowi, PDIP Bisa Kehilangan Dukungan PSI

“Jangan sampai terjadi lagi seperti pada kasus tindak pidana korupsi Helikopter AW-101, di mana orang sipilnya diproses hukum dan dipidana penjara plus denda, namun tak demikian dengan perwira TNI yang diduga terlibat,” imbuhnya.

Diketahui sebelumnya, Puspom TNI merasa keberatan dengan penetapan tersangka yang dilakukan KPK pada Henri dan Koordinator Administrasi (Koorsmin) Letkol TNI Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka dugaan suap Rp 88,3 miliar tahun 2021-2023.

Karena, perkara tindak pidana korupsi yang melibatkan prajurit TNI mestinya diproses oleh Puspom TNI, bukan KPK. Di sisi lain, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak pun akhirnya meminta maaf dan mengaku pihaknya khilaf dalam proses penetapan tersangka.

Tags

Tulisan terkait

Bimata
Close