BIMATA.ID, Jakarta- Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mengeluarkan aturan baru mengenai bukti kepemilikan tanah dalam bentuk sertifikat elektronik. Mulai tahun ini, Kementerian ATR/BPN akan memulai penggunaan sertifikat tanah elektronik.
Berlaku aturan ini ditandai dengan terbitnya Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2021 tentang Sertipikat Elektronik. Menanggapi pemberlakuan aturan ini, Ketua DPP Real Estate Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida mengapresiasi rencana baik pemerintah.
Namun, Penerapan sertifikasi elektronik ini harus dilakukan dengan seksama dan matang. Ada beberapa konsentrasi yang harus diperhatikan pemerintah dalam penerapan sertifikasi elektronik ini.
“Sekarang ini tinggal kesiapan sistemnya. Kedua, kerahasiaan data ini. Kalau di luar negeri sistemnya kan sudah e-sertifikat, karena bedanya kita dengan sistem anglo saxon law, kita ini sertifikat itu bukan hal mutlak,” jelas Totok.
Ketika sertifikat elektronik ini diakses pihak lain, maka bisa terjadi saling gugat atas tanah tersebut.
“Meskipun dasarnya nggak kuat, dan akhirnya pemilik sertifikatnya menang tapi kan jadi lelah dan kesannya itu tanah, properti sengketa,” tuturnya.
Selain kerahasiaan dirinya juga meminta agar sistem penerbitan sertifikasi elektronik ini mudah diakses oleh seluruh pihak yang membutuhkan, terutama dalam masalah jaringan. Dia juga menyinggung sistem elektronifikasi yang pernah dilakukan oleh pemerintah, seperti e-KTP yang pelaksanaannya terkendala.
“Jadi harus betul-betul settle. sekarang saja, e-KTP saja mana? Penerapannya masih tersendat-sendat. Jadi maksud saya, kesiapannya harus matang baru diterapkan, jangan sampai menimbulkan sengketa,” ujarnya
(Bagus)