Ekonomi

Nasib Kasus Jiwasraya Di Tengah Wabah Corona

BIMATA.ID, Jakarta- Kasus Jiwasraya belum mencapai babak akhir. Kejaksaan Agung masih terus menelisik siapa saja yang ‘bermain’ di balik tekanan likuiditas pada Jiwasraya sehingga berujung gagal bayar.

Hingga September 2019, Jiwasraya mengantongi kerugian sebesar Rp23 triliun. Sementara total beban pembayaran yang harus diberikan Jiwasraya kepada nasabah yang sudah jatuh tempo terus meningkat. Dari sebelumnya yang hanya Rp13,7 triliun naik menjadi Rp16 triliun.

Presiden Joko Widodo mengatakan sebetulnya Jiwasraya telah mengalami kerugian sejak tahun 2006. Kemudian total kerugian meningkat pada tahun 2011. Artinya, masalah ini terjadi di era kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono.

Jokowi mengakui, menyelesaikan masalah gagal bayar Jiwasraya bukan perkara mudah. Karena itu, pemerintah membuka kemungkinan memberikan suntikan penyertaan modal negara (PMN) kepada Jiwasraya.

Namun, setelah virus corona atau Covid-19 masuk ke Indonesia, bagaimana kelanjutan kasus ini ke depannya?

Pemerintah sedang fokus menangani virus yang sudah mengakibatkan lebih dari 893 lebih terinfeksi dan 78 meninggal.

Pemerintah juga sudah mengalokasikan anggaran sebesar Rp62,3 triliun untuk penanganan Covid-19. Anggaran ini berasal dari re-alokasi APBN, baik yang dilakukan oleh Kementerian/Lembaga di pusat maupun daerah.

Gagal bayar PT Asuransi Jiwasraya (Persero) diakibatkan tekanan likuiditas. Selain itu, lemahnya pengawasan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjadi pemicu lain Jiwasraya mengalami kerugian.

Kasus Jiwasraya pertama kali diungkap Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) periode 2014-2019, Rini Soemarno. Rini melapor ke Kejaksaan Agung pada 17 Oktober 2019 silam.

Laporan tersebut tercatat dengan Nomor: SR789/MBU/10/2019 tanggal 17 Oktober 2019 perihal Laporan Dugaan Fraud di PT. Asuransi Jiwasraya (Persero). Kapuspenkum Kejaksaan Agung, Hari Setiyono mengatakan menindak lanjuti laporan Rini pihaknya menerbitkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: PRINT33/F.2/Fd.2/12/2019 tanggal 17 Desember 2019.

Tak berselang lama, Kejagung memanggil para saksi. Hingga kini, Kejagung mengklaim sudah memeriksa 144 saksi dan menggeledah 16 tempat.

Setelah memeriksa para saksi dan melakukan penggeledahan, Kejagung menemukan titik terang. Enam orang kemudian ditetapkan sebagai tersangka.

Mereka adalah Direktur Utama PT Hanson International Tbk Benny Tjokrosaputro, Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Heru Hidayat, mantan Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwasraya Harry Prasetyo. Kemudian, mantan Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya Hendrisman Rahim, mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan PT Asuransi Jiwasraya Syahmirwan dan Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto.

Tak menunggu lama, Kejagung langsung menahan enam tersangka tersebut. Mereka ditahan di rutan yang berbeda. Selain menahan, Kejagung juga berhasil menyita aset para tersangka dengan nilai yang ditaksir mencapai Rp11 Triliun.

Sejumlah pihak mendesak Kejagung untuk menyeret tersangka lain dalam kasus tersebut. Mereka meyakini, masih ada pihak yang turut merugikan Jiwasraya namun belum terseret ke jeruji besi.

 

Sumber: merdeka[dot]com
Editor: Ozi

Tags

Tulisan terkait

Bimata
Close