Moeldoko Menilai Penyebab Hilirisasi Kelapa Sawit Rendah Sekitar 20 – 30 Persen
BIMATA.ID, Jakarta – Ketua Dewan Pembina DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apakasindo) Moeldoko menilai salah satu penyebab hilirisasi kelapa sawit masih rendah yakni berkisar 20-30 persen dari potensi yang ada, adalah kurangnya produktivitas sawit rakyat.
“Untuk dapat memaksimalkan pengembangan industri sawit ke depan, ada tiga tantangan yang harus dapat kita jawab bersama-sama. Pertama, masih rendahnya produktivitas sawit rakyat,” Kata Moeldoko, dikutip dari antaranews, Kamis (16/11/2023).
Upaya lain yang bisa dilakukan untuk menggenjot hilirisasi sawit, lanjutnya, berkaitan dengan status lahan petani yang banyak masuk kawasan hutan. Sedangkan, upaya ketiga adalah keberlanjutan usaha.
Baca Juga : Jadi Ketua Repnas Prabowo Komisaris PT KPI Undur Diri, Ini Alasannya!
Moeldoko mencatat tandan buah segar (TBS) sawit rakyat saat ini masih berkisar 0,6 ton hingga 1,2 ton per hektar per bulan dengan kandungan CPO 2,8 ton sampai 3,4 ton per hektar per tahun. Sementara, TBS kebun korporasi dapat mencapai 4,2 ton sampai 4,5 ton CPO per hektar per tahun.
Dari sisi hilirisasi industri berbasis kelapa sawit Indonesia masih berada di level medium untuk minyak olahan atau refined oil. Sedangkan, untuk hilirisasi lanjutan seperti biodiesel juga masih terbatas, apalagi yang berkaitan dengan oleochemical.
Padahal, luas perkebunan sawit Indonesia mencapai 16,4 juta ha yang 42 persen atau 6,87 juta ha merupakan usaha perkebunan rakyat yang melibatkan 16 juta petani.
Dari sisi ekspor, sebanyak 73,8 persen ekspor produk pertanian pada 2022 disumbang oleh industri kelapa sawit.
“Ke depan, kontribusi sawit dalam pembangunan nasional berpotensi meningkat lebih besar lagi, terutama melalui pengembangan hilirisasi produk sawit,” ucapnya.
Simak Juga : Prabowo: Indonesia Dorong Negara-negara ASEAN Agar Dukung Terciptanya Perdamaian di Myanmar
Adapun upaya pemerintah dalam memperkuat hilirisasi salah satunya melalui program mandatori biodiesel yang telah dimulai sejak 2015 yang dilakukan bertahap mulai dari B15, B20, dan B30.
Pemerintah juga berencana untuk menerapkan B40, B50, hingga B100.
Tak hanya itu, Indonesia juga berencana mengembangkan pilot project kelapa sawit sebagai bahan bakar dari limbah yang diharapkan dapat meningkatkan bauran energi terbarukan biomassa untuk mencapai target net zero emission pada 2060.