BeritaHeadlinePolitik

Bamsoet Pastikan Haluan Negara Tidak Menjadikan Presiden ke Mandataris MPR

BIMATA.ID, Jakarta – Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Republik Indonesia (RI), Bambang Soesatyo (Bamsoet) memastikan, penetapan Haluan Negara tidak akan menjadikan Presiden RI kembali menjadi mandataris MPR RI, seperti yang terjadi di masa pemerintahan Orde Baru.

Untuk diketahui, MPR RI sedang memfinalisasi naskah draf Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) untuk kemudian menjadi dasar amandemen UUD 1945. Rencananya selesai akhir tahun ini, sehingga tahun depan bisa dilakukan amandemen.

Soal proses panjang amandemen, politikus Partai Golongan Karya (Golkar) ini mengatakan, sudah diatur dalam ketentuan Pasal 37 Ayat 1-3 Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia (NRI) 1945.

Ayat 1 menjelaskan, usul perubahan pasal-pasal UUD dapat diagendakan dalam sidang MPR RI apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah Anggota MPR RI, yakni sekitar 237 dari 711 jumlah Anggota MPR RI, yang terdiri dari Anggota DPR RI dan DPD RI.

Lalu, Ayat 2 Pasal 37 UUD NRI 1945 dijelaskan pula, setiap usul perubahan pasal-pasal UUD diajukan secara tertulis dan ditujukan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya.

“Jadi masyarakat bisa mengetahui dengan jelas apa saja usulan perubahan yang diajukan oleh para wakilnya di MPR RI. Karena, hanya akan membahas PPHN, amandemen terbatas konstitusi tidak akan membuka kotak pandora yang menimbulkan hiruk pikuk dan mengganggu stabilitas politik nasional,” kata Bamsoet, Senin (05/07/2021).

Legislator daerah pemilihan (Dapil) Provinsi Jawa Tengah (Jateng) VII ini juga memastikan, hadirnya PPHN tidak menyebabkan Presiden RI kembali menjadi mandataris MPR RI yang harus menyampaikan laporan pertanggung jawaban kepada MPR RI.

“Presiden-Wakil Presiden tetap menjadi mandataris rakyat, yang dipilih secara langsung oleh rakyat. Proses pemberhentian Presiden/Wakil Presiden juga tetap mengacu pada ketentuan yang diatur dalam konstitusi, yakni pada Pasal 3 Ayat (3) dan Pasal 7B Ayat (1),” tandas Bamsoet.

Adanya PPHN juga tidak menghilangkan Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN), Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM).

“Justru PPHN akan menjadi payung ideologi dan konstitusional dalam penyusunan SPPN, RPJP, dan RPJM yang lebih bersifat teknokratis,” ujar Bamsoet.

[MBN]

Tags

Tulisan terkait

Bimata
Close