BeritaHeadlinePolitik

Paslon Kepala Daerah Lebih Takut Sanksi Administratif Daripada Sanksi Pidana

BIMATA.ID, Jakarta – Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), Abhan mengemukakan, pelanggaran pidana masih sering terjadi di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) hingga Pemilihan Umum (Pemilu). Namun, justru sanksi administrasi yang ditakuti oleh pasangan calon (Paslon) Kepala Daerah dibanding sanksi pidana.

“Paslon lebih takut dengan sanksi administratif, terutama didiskualifikasi. Itu sanksi yang paling ditakuti daripada sanksi pidana,” ujarnya, saat Lokakarya Divisi Hukum Polri dengan tema ‘Optimalisasi Penanganan Tindak Pidana Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2020 di Masa Pandemi Covid-19’, Rabu (4/11/2020).

Abhan menjelaskan, berbagai tindak pidana Pilkada maupun Pemilu yang sering terjadi di antaranya, dukungan palsu untuk Paslon dari jalur perseorangan. Untuk maju sebagai calon perseorangan, Paslon harus mendapatkan dukungan berupa fotokopi KTP.

“Berdasarkan pengalaman yang kami alami, yaitu pertama adalah dukungan palsu ke Paslon perseorangan,” imbuhnya.

Tindak pidana selanjutnya politik uang atau mahar politik yang dilakukan kandidat. Terakhir Abhan mengingatkan, sanksi tegas bagi keterlibatan Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam Pilkada, serta penyalahgunaan akses oleh calon petahana.

Hal tersebut terkait fasilitas anggaran untuk kampanye, apalagi di tengah pandemi Covid-19. Di beberapa daerah, ada dugaan tindak pidana Pemilu sebagaimana diatur Pasal 71 Ayat 3 UU Pilkada Nomor 10 Tahun 2016 terkait Penyalahgunaan Wewenang.

“Misalnya Bansos (bantuan sosial) disalahgunakan untuk kepentingan Paslon atau partai tertentu untuk kepentingan kampanye,” pungkasnya.

Abhan menyampaikan, pelanggaran juga tampak saat pembagian Bansos, di mana paket yang dibagikan kepada masyarakat ditempeli gambar atau foto Paslon peserta Pilkada. Seharusnya bila itu Bansos daerah, maka harus ditempeli logo daerah. Begitupun bila Bansos tersebut bersumber dari Pemerintah Pusat.

[MBN]

Tags

Tulisan terkait

Bimata
Close