BIMATA.ID, Jakarta- Hampir empat tahun ditinggal meninggal suami, Ika Sari (51) harus putar otak untuk menghidupi tiga orang anaknya. Satu kuliah dan dua orang masih sekolah. Sebagai ibu rumah tangga (IRT) biasa, tak banyak yang bisa diperbuatnya. Untuk memulai usaha, modal dan skill pun tak mencukupi.
Dengan keberanian dan tak menjauhkan rasan gengsi atau malu, warga Kompleks Melati Gunung Sarik, Kelurahan Gunung Sarik, Kecamatan Kuranji, Kota Padang ini, nekad kredit sepeda motor dan menjadi tukang ojek. Tetangga sekitar dan juga anak-anak sekolah jadi targetnya.
“Waktu itu benar-benar susah, menjadi tukang ojek adalah jalan satu-satunya yang kami dapat. Anak-anak masih sekolah saat bapaknya pergi. Saya mulai ngojek antar-jemput anak-anak tetangga ke sekolah. Lumayan, sehari dapat Rp10 ribu per orang,” kata Ika Sari yang juga menerima cucian dan setrika di rumahnya.
Ika mengaku tak mau “dikontrak” untuk antar-jemput anak, karena biayanya terlalu murah. Biasanya, dia hanya bekerja harian, dibayar setiap hari. “Saya sudah hafal jadwal-jaldwal anak. Mereka sekolah di sekitar Kuranji ini saja. Kadang juga ada yang minta diantar dekat-dekat saja,” kata Ika.
Sayang, kata Ika, sejak virus corona melanda Kota Padang, Sumatra barat dan Indonesia, tidak ada lagi anak-anak sekolah. Otomatis pemasukannya anjlok, bahkan nyaris nol. Untuk mengojek di pangkalan, atau via daring (dalam jaringan/online) dia belum bisa. Dia masih gamang keluar dari Gunung Sarik.
“Saya tak begitu hafal jalan-jalan Kota Padang. Dulu hanya di rumah saja mengurusi anak. Jadi tak berani ojek online, biarlah begini saja. Sekarang karena ojek sepi, semoga dengan dimulainya sekolah, penghasilan bisa nambah lagi,” kata Ika yang merasa beruntung, masih mendapatkan perhatian dari keluarganya yang kadang mengirimkan bantuan.
Karena sewa yang sepi, kata Ika, dia memaksimalkan penerimaan cucian atau loundry di rumahnya. Karena kebanyakan orang juga di rumnah saja saat pandemi covid-19, usaha cuciannya juga menurun. “Lebih banyak terima setrikaan saja, ambil kiloan, Rp 5 ribu sekilo,” kata Ika yang lagi dipusingkan dengan satu anak bungsunya yang akan masuk SMA.
Menurutnya, kini anak tuanya laki-laki sudah tamat DIII dan mulai bekerja di luar kota, tapi belum bisa membantunya banyak. Anak kedua masih kuliah di DIV di Kota Padang. “Yang paling kecil nilainya bagus, tapi belum tentu masuk SMA negeri. Pusing saya memikirkan biaya kalau ke swasta,” kata Ika saat didatangi Tim Andre Rosiade Center (ARC), Nurhaida, Alwis Ray dan Rina Shintya.
Nurhaida hari itu datang mengantarkan bantuan beras dan uang tunai dari Ketua DPD Gerindra Sumbar Andre Rosiade. Tentunya, bantuan itu sangat terasa bermanfaat bagi Ika dan keluarga yang benar-benar membutuhkan.
“Kami mendapatkan informasi keluarga Ika dari salah seorang bako-nya yang katanya juga sering membantunya. Mendengar ada tukang ojek perempuan tanpa suami besarkan tiga orang anak, pak Andre Rosiade langsung setuju kirim bantuan,” kata Nurhaida yang juga sekretaris PIRA (Perempuan Indonesia Raya) ini.
Pengurus DPD Gerindra Sumbar Alwis Ray menambahkan, melihat kehidupan Ika Sari, merasa sangat prihatin. “Kami salut dengan perjuangan Bu Ika membesarkan tiga anak dengan menjadi tukang ojek. Semoga anak-anaknya sukses semua,” katanya.
Ika sendiri sangat berterima kasih atas bantuan dari Andre Rosiade. Tentunya bisa untuk biaya SMA anak bungsunya yang perempuan. “Alhamdulillah, sudah kami terima bantuan pak Andre. Terima kasih atas bantuan bantuan yang pak Andre berikan untuk kami dan keluarga kami. Semoga keberkahan ada untuk pak Andre hendaknya,” kata Ika yang tak kuasa menahan air matanya saat menerima bantuan.
Andre Rosiade mengatakan, dia akan terus meminta tim untuk bergerak mencari data orang-orang yang patut dibantu dan langsung dikirimi bantuan.
“Kami tidak ingin ada warga Sumbar yang tidak makan, tidak sekolah saat pandemi covid-19 ini. Secara pribadi, CSR dan program-program lainnya kami akan terus membantu. Seperti arahan dari ketua umum DPP Partai Gerindra, Prabowo Subianto,” kata anggota Komisi IV DPR RI ini