BisnisPertanianRegionalUMKM

Optimisme Para Petani Mansel Jadikan Bawang Merah Komoditas Unggulan

BIMATA.ID, JAKARTA- Kelompok Tani Kabupaten Manokwari Selatan yakin mampu menjadikan bawang merah bisa memenuhi kebutuhan pasar bahkan menjadi salah satu komoditas unggulan di Papua Barat.

Hal ini diungkapkan Ahmad Rudin dan Nasarudin, anggota kelompok tani di Distrik Oransbari Kabupaten Mansel saat bertatap muka bersama Ketua umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) Provinsi Papua Barat.

Ahmad Rudin mengatakan jika pemerintah daerah serius mengembangkan komoditi bawang merah di Mansel, pihaknya yakin mampu memenuhi kebutuhan pasar, tak hanya daerah setempat bahkan seluruh kabupaten kota di Papua Barat.

“Jika pemerintah daerah mendukung dan ingin menjadikan bawang merah salah satu komoditas unggulan di Mansel, kami yakin mampu dan bahkan bisa memenuhi kebutuhan pasar di Papua Barat ini,” terangnya.

Karakteristik tanah di Distrik Oransbari Mansel sangat cocok jika ditanamkan komoditi bawang merah. Dan hal ini telah ia buktikan dengan berulang kali melakukan uji coba penanaman bawang merah di lahan miliknya.

“Saya mulai tanam bawang merah di sini, dari 2016 sampai sekarang. Saya coba di lahan 150 m2 dengan bibit 80 kg menghasilkan 350 kg. Artinya dengan ukuran ini, peluang akan keberhasilan pertanian bawang merah di Distrik Oransbari sangat tinggi. Kemudian percobaan berikutnya dengan bibit 350 kg menghasilkan 2500 kg,” tuturnya.

Kelebihan lainnya adalah selama menanam bawang merah di Oransbari, tidak pernah menemui hama yang kerap menyerang tanaman bawang merah seperti di beberapa daerah di luar Papua.

“Kendala utama kami adalah bibit, karena kita harus mendatangkan bibit dari luar Papua Barat seperti dari Jawa, Makassar dan Bima,” ujarnya.

Dalam setahun pihaknya bisa menanam bawang merah 3 kali dengan masa waktu panen 60-70 hari.

“Hanya dalam waktu 2 bulan saja atau 60 sampai 70 hari, bawangnya sudah bisa dijual di pasaran,” Katanya.

Pihaknya selama ini hanya mampu menanam bawang merah dalam jumlah kecil lantaran keterbatasan modal dalam membeli bibit yang harganya cukup mahal. Mereka pernah coba menggunakan bibit hasil dari bawang merah yang ditanamnya, namun hasil yang dicapai tidak maksimal seperti bibit yang didatangkan dari luar.

Andai kebutuhan bibit 1 ton dengan harga Rp 25 ribu per kilonya ditambah biaya pengiriman atau ekspedisi sampai di Manokwari mencapai Rp 30 ribu. Artinya, membutuhkan modal Rp 30 juta, ditambah dengan biaya pupuk dan lainnya selama masa penanaman hingga membutuhkan modal mencapai Rp 50 juta dalam 1 ton bibit.

“Tapi dari jumlah bibit 1 ton, bisa menghasilkan 5 ton. Dan jika dipasarkan sekalipun kita jual lebih murah dari bawang yang dari Jawa. Semisal harga kisaran Rp 25 ribu per kilonya, jadi hasil kotornya Rp 125 juta. Kemudian kita kurangi modal bibit, pupuk dan lain-lain Rp 50 juta, maka kita masih dapat Rp 75 juta satu kali panen,” paparnya.

Pihaknya mengaku, baru satu kali mendapat bantuan bibit dari Dinas Pertanian Provinsi Papua Barat melalui Dinas Pertanian Kabupaten Mansel yakni 50 kilogram setiap satu orang petani dari jatah di Mansel 5000 kilogram.

“3,5 ton untuk Distrik Oransbari dan 1,5 ton untuk Distrik Ransiki. Itu pun bibit ada yang busuk dan tidak maksimal,” ucapnya.

Tokoh Transmigrasi Distrik Oransbari Tatang Chaeruddin yang turut hadir dalam pertemuan tersebut mengungkapkan, pihaknya menjamin ketersedian lahan untuk ditanami bawang merah. Untuk saat ini lahan tersedia 10 hektare bahkan lebih. Hanya saja ia sangat mengharapkan keseriusan dan dukungan pemerintah daerah dalam mengembangkan komoditas bawang merah di Mansel. Ia juga berharap ada bantuan peralatan, seperti mesin pompa air, cultivator dan jonder penggarap tanah.

“Kita punya lahan 10 hektar bahkan lebih dari itu. Satu orang bisa tanam bawang merah untuk 1 hektar lahan. Kalau 10 hektar berarti hanya 10 orang saja. Dan itu bisa kita lakukan,” ujar Kepala Suku Pasundan di Distrik Oransbari.

 

Sumber :timesindonesia.co[dot]id
Editor :ZBP

Tags

Tulisan terkait

Bimata
Close