Opini

HAM: Implementasi UU Lemah!

Penulis : Muhammad Baydawi Nurzaman

Menurut UU Nomor 39 Tahun 1999, Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan YME. HAM juga merupakan anugerah Tuhan yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

Seperangkat hak yang dimaksud dalam UU di atas meliputi Hak Asasi Pribadi, Hak Asasi Politik, Hak Asasi Ekonomi, Hak Asasi Peradilan, Hak Asasi Sosial Budaya, dan Hak Asasi Hukum.

Hak Asasi Pribadi terkait kebebasan menyampaikan pendapat, Hak Asasi Politik terkait kebebasan dipilih dan memilih pemimpin, Hak Asasi Ekonomi terkait kebebasan melakukan kegiatan jual beli, Hak Asasi Peradilan terkait kebebasan mendapatkan pembelaan hukum, Hak Asasi Sosial Budaya terkait kebebasan mendapatkan pendidikan, dan Hak Asasi Hukum terkait kebebasan mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum.

Di Indonesia, negara telah membuat kebijakan melalui UU untuk mengatur segala hal yang berhubungan dengan HAM. UU yang mengatur terkait HAM diantaranya UU Nomor 5, 9, dan 11 Tahun 1998, UU Nomor 8, 19, 20, 21, 26, 39, dan 40 Tahun 1999, serta UU Nomor 26 Tahun 2006. Adapun tujuan dari dibuatnya UU tersebut agar warga negara Indonesia dapat terjaga dan terlindungi dari berbagai macam bentuk pelanggaran HAM.

Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mencatat peristiwa pelanggaran HAM dari Januari sampai Oktober 2018 terdapat 1.034 kasus. Dengan rincian kasus, yakni SDA (umum) 194, SDA (okupulasi lahan) 6, SDA (kriminalisasi) 29, terorisme (penembakan) 15, terorisme (penangkapan) 99, vonis hukuman mati 21, penyiksaan (umum) 73, extrajudicial killing 182, ekspresi (umum) 89, ekspresi (pelarangan aksi) 32, ekspresi (pembubaran paksa) 75, KBB (umum) 78, KBB (pelarangan aktivitas) 28, KBB (intimidasi minoritas) 19, dan KBB (persekusi) 35.

Tidak hanya itu, terdapat juga perisitiwa pelanggaran HAM berat di masa lalu seperti tragedi 1965-1966, tragedi penembakan misterius 1982-1985, tragedi semanggi dan kerusuhan mei 1998, tragedi terbunuhnya aktivis HAM Munir Said Thalib, dan tragedi Wamena April 2003 yang sampai saat ini masih belum terselesaikan.

Banyaknya kasus pelanggaran HAM di masa lalu yang belum tuntas tentunya menjadi pertanyaan besar, apakah sesulit itu kasusnya hingga pemerintah tidak mampu menyelesaikan, atau memang tidak ada niatan untuk menyelesaikan mengingat berbagai pelanggaran kasus HAM ini sering dikaitkan berbau politis, tapi sekali lagi semua ini bergantung kepada sikap pemerintah apakah mau serius untuk menyelesaikannya atau hanya sebatas dijadikan konsumsi isu tahunan demi kepentingan politis semata.

Dengan kejadian tersebut seyogyanya patut diduga kasus pelanggaran HAM yang terjadi saat ini mustahil akan di selesaikan oleh pemerintah dan potensi akan terus terulang sangat mungkin terjadi di masa yang akan datang,  karena sejak awal komitmen pemerintah dalam menyelesaikan kasus pelanggaran HAM hanya sebatas omong kosong belaka.

Tags

Tulisan terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Bimata
Close