BIMATA.ID, JAKARTA- Faktor lingkungan dan rendahnya tingkat pendidikan diduga menjadi salah satu yang melatarbelakanginya. Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPPAPPKB) Kotim Ir Ellena Rosie, warga yang melakukan pernikahan dini rata-rata di usia 14-16 tahun. Sedangkan usia ideal bagi pasangan yang akan menikah sesuai dengan ketentuan, yakni 19 tahun untuk perempuan dan minimal 21 tahun usia ideal untuk laki-laki.
Beberapa faktor bisa menyebabkan terjadinya pernikahan di usia dini, antara lain faktor lingkungan, ekonomi, rendahnya tingkat pendidikan, faktor sosial budaya masyarakat. Selain itu faktor geografis serta faktor psikologi keluarga yang juga turut berpengaruh pada terjadinya pernikahan dini.
“Menikah itu harus pada usia yang matang, sedangkan untuk pernikahan dini sangat tidak dianjurkan baik itu dilihat dari sisi kesehatan maupun mental anak itu sendiri,” tambahnya.
Setiap pasangan yang memutuskan menikah harus benar-benar mempersiapkan diri lahir dan batin, sebab kompleksnya persoalan dalam kehidupan berumah tangga.
”Menikah itu kompleks tidak hanya satu hal saja yang di urus, sehingga usia harus benar-benar matang. Kalau masih di bawah umur sudah menikah mentalnya belum tentu siap dengan berbagai persoalan,” imbuhnya.
Dampak buruk dari pernikahan dini diantaranya rentan terjadi tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), risiko meninggal pada ibu dan bayi, termasuk juga terputusnya akses pendidikan. Pernikahan dini juga akan berpengaruh pada pola pengasuhan anak dan berisiko rentan perceraian, karena emosi yang belum stabil pada remaja di bawah usia 20 tahun.
Pihaknya pun terus menghimbau remaja di bawah usia 20 tahun agar mencari kesibukan lain yang positif untuk menghindari terjadinya pernikahan dini.
“Cari aktivitas atau kegiatan positif, sehingga remaja tidak berpikiran untuk segera menikah, sibukkan diri dengan berkegiatan seperti belajar, olahraga, serta kegiatan lainnya,” pungkas Rosie.