BeritaNasionalPolitik

Pakar Politik Ikrar NB: Gerakan Para Guru Besar Suarakan Keprihatinan Kondisi Politik Bangsa

BIMATA.ID JAKARTA Pakar Politik Ikrar Nusa Bhakti menyebut gerakan para Guru Besar yang menyuarakan keprihatinan terhadap kondisi politik bangsa saat ini sangat terkait dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi, bukan gerakan politik partisan seperti dituding kelompok tertentu.

“Para akademisi ini bukanlah partisipan parpol. Benar, mereka ini partisan, tapi partisan politik untuk membenahi jalannya pemilu kita agar terhindar dari penyalahgunaan kekuasaan yang tidak baik dan menggunakan kekuasaan untuk mempengaruhi pemilih,” kata pakar politik Ikrar Nusa Bhakti dalam diskusi media di Media Center Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo – Mahfud MD di Cemara, Jakarta, Senin (5/2/2024).

Dalam diskusi ini, Ikrar didampingi pakar kebijakan publik Yanuar Nugroho dan Direktur Juru Kampanye TPN Choirul Anam dan moderator Tomi Aryanto, Direktur Kominfo dan Juru Bicara.

Sebagai diketahui, satu demi satu akademisi kampus Indonesia bersuara menyatakan keprihatinannya atas kondisi politik yang saat ini terjadi.

Hari ini saja, ada 16 perguruan tinggi mengeluarkan seruan, deklarasi, dan pernyataan sikap para kampus menyikapi demokrasi di Indonesia.

Suara Hati para guru besar berbagai perguruan tinggi yang akhir-akhir ini bergulir membesar bak bola salju sama sekali tak berkaitan dengan partai politik.

Sebagai mantan dosen dan pengajar di berbagai universitas yang memegang teguh ‘Tridharma Perguruan Tinggi’, Ikrar memaklumi suara hati para guru besar, khususnya UGM yang pertama kali mengeluarkan Petisi Bulaksumur.

“Kita tahu, Petisi Bulaksumur dibacakan Prof. Kuncoro, pakar psikologi serta juga dosen lain yang merupakan ahli Pancasila. Prof Kuncoro mengutip Hymne UGM, di mana alumni UGM terikat pada janji mereka pada almamater, berbicara tentang kejujuran dan etika,” paparnya.

Begitupula di Universitas Indonesia, ‘Genderang UI’ dibacakan Prof Harkristuti Harkrisnowo yang jelas-jelas juga menekankan budi pekerti luhur, membela amanat penderitaan rakyat.

“Suara hati para Guru Besar ini tidak ada kaitannya dengan partai politik, jadi wajar jika Prof Harkristuti kemudian marah saat ada pihak istana yang mengatakan mereka adalah partisan,” jelas Duta Besar RI untuk Tunisia 2017-2021 ini.

Menurut Ikrar, mereka adalah partisan atas keprihatinan mereka terhadap berbagai situasi politik yang ada, seperti pembagian bansos, penekanan aparat desa untuk kepentingan elektoral, serta berbagai kepala daerah yang juga didekati untuk urusan politik, termasuk pendekatan Presiden Joko Widodo terhadap Sultan Yogyakarta.

“Kita percaya bahwa Sultan Hamengkubuwono X tetap menjaga demokrasi dan sampai hari ini kita tahu Yogyakarta merupakan kandang partai politik yang mendukung salah satu pasangan calon capres-cawapres,” tegas Ikrar.

Ia menambahkan, apa yang dilakukan Joko Widodo tak hanya menggerus teman satu partainya yang kini menjadi capres, tapi juga partai yang menjadikan Jokowi Walikota Solo dua kali, Gubernur Jakarta, dan Presiden pada 2014 dan 2019.

“Maka, jangan kaget, banteng-banteng di wilayah Jawa Tengah berupaya mempertahankan kandang mereka, selain juga Bali. Wajar saja para guru besar menyatakan Pemilu harus jurdil, tanpa intimidasi, dan rekayasa ekonomi,” kata Ikrar.

Dalam perkembangan terbaru, Ikrar mencatat, ada dua lembaga menyatakan terjadinya pelanggaran etis berat terkait pencalonan Gibran Rakabuming sebagai calon wakil presiden.

Pertama, di Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang dipimpin Jimly Asshiddiqie, dan hari ini (5/2/2024) Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang memutuskan pendaftaran Gibran di KPU melanggar etik sehingga memberi peringatan keras kepada Ketua dan anggota KPU.

“Tetapi keputusan dua institusi ini sayangnya tidak membuat pendaftaran Gibran itu batal demi hukum,” kata Ikrar.

Padahal, lanjut Ikrar, Gibran yang menjadi calon wakil presiden kita tahu tidak memiliki etika dan moral politik, juga para partai pengusungnya yang mencalonkan.

“Termasuk juga ayahnya harusnya mengajarkan pentingnya etika dan moral politik dalam meraih kekuasaan, karena tanpa etika dan moral politik bagaimana Anda bisa punya legitimasi untuk memimpin rakyat banyak. Bayangkan kalau Gibran kepada dengan para mahasiswa tentang etika dan moral, dan ditanya balik tentang keteladanan bagaimana ia akan menjawabnya?” papar Ikrar.

Di akhir diskusi, Ikrar mengingatkan pentingnya mempertegas larangan membawa telepon genggam berkamera ke tempat pemungutan suara saat pencoblosan 14 Februari 2024 nanti.

“Aturan ini harus diingatkan lagi. Para pemilih dilarang keras bawa ponsel sebagai alat untuk memotret pilihannya di bilik suara, sehingga bisa jadi alat penekan politik pada para pemilih sesuai keinginan pemberi uang atau bansos,” pungkasnya

 

(W2)

 

Tags

Tulisan terkait

Bimata
Close