Bimata

MUI Keluarkan Fatwa Khutbah Jumat Dipimpin Oleh Wanita Tidak Sah

BIMATA.ID, Jakarta – Majelis Ulama Indonesia (MUI) menerbitkan fatwa Nomor 38 Tahun 2023 tentang hukum wanita menjadi khatib dalam rangkaian shalat Jumat. 

Fatwa tersebut menjelaskan bahwa hukum khutbah dan shalat Jumat dengan wanita sebagai khatib di hadapan laki-laki adalah tidak sah.

Ketua MUI bidang Fatwa, KH. Asrorun Niam mengatakan, fatwa ini dikeluarkan Komisi Fatwa MUI atas munculnya pertanyaan dari masyarakat mengenai hukum seorang wanita menjadi khatib salat Jumat.

Baca Juga : Pengamat Sebut, Erick Lebih Berpeluang Menang Bareng Prabowo di Pilpres 2024

Pertanyaan itu bermula dari munculnya pernyataan pimpinan Pondok Pesantren Al Zaytun, Panji Gumilang, dalam cuplikan video yang menyatakan bahwa wanita boleh menjadi khatib saat salat Jumat.

“Karena itu, MUI memandang perlu menetapkan fatwa tentang hukum wanita menjadi khatib dalam rangkaian salat Jumat sebagai pedoman,” kata Asrorun, dikutip dari detiknews, Kamis (22/06/2023).

Fatwa ini juga menjelaskan bahwa salat Jumat adalah kewajiban muslim laki-laki dan mubah (boleh) dilakukan untuk perempuan. Khotbah merupakan salah satu rukun dalam salat Jumat, karena itu, kedudukan khotbah penting dan tidak dapat ditinggalkan.

“Khotbah merupakan bagian dari ibadah mahdhah yang harus mengikuti ketentuan syariat di antaranya harus dilakukan oleh laki-laki, khutbah Jumat yang dilakukan wanita di hadapan jamaah laki-laki hukum khotbahnya tidak sah,” ujarnya.

Simak Juga : Usai Laga Timnas, Jokowi Bilang Cerah Ke Prabowo, Ada Apa?

MUI menjelaskan, khotbah yang dilakukan wanita di hadapan laki-laki membuat hukum shalat Jumat tidak sah karena posisi khotbah merupakan rukun shalat Jumat.

“Meyakini bahwa wanita boleh menjadi khatib dalam rangkaian salat Jumat di hadapan jamaah laki-laki merupakan keyakinan yang salah, wajib diluruskan, dan yang bersangkutan wajib bertaubat,” jelasnya.

Atas hal tersebut, MUI menghimbau umat Islam berpegang teguh pada ajaran agama yang lurus dan mewaspadai berbagai bentuk penyimpangan.

“Umat Islam diharapkan berhati-hati dalam memilih tempat pendidikan untuk anak-anak mereka dan negara wajib menjamin perlindungan terhadap ajaran agama dari penyimpangan, penodaan, maupun penistaan,” pungkasnya.

Exit mobile version