BeritaHukum

KPK Perpanjang Masa Tahanan Ade Yasin

BIMATA.ID, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia (RI) memperpanjang masa penahanan Bupati nonaktif Bogor, Ade Yasin. Masa penahanan tersangka kasus dugaan suap itu diperpanjang 40 hari.

“Penahanan lanjutan ini terhitung 17 Mei 2022 sampai dengan 25 Juni 2022,” kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara (Jubir) Bidang Penindakan KPK RI, Ali Fikri, dalam keterangan tertulis, Jumat (13/05/2022).

Perpanjangan penahanan juga berlaku untuk tersangka lain pada kasus tersebut. Mereka adalah Sekretaris Dinas PUPR Kabupaten Bogor, Maulana Adam, Kasubid Kas Daerah BPKAD Kabupaten Bogor, Ihsan Ayatullah, dan PPK pada Dinas PUPR Kabupaten Bogor, Rizki Taufik.

Lalu, empat pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perwakilan Jawa Barat (Jabar). Yakni Anthon Merdiansyah, Arko Mulawan, Hendra Nur Rahmatullah Karwita, dan Gerri Ginanjar Trie Rahmatullah.

Delapan tersangka itu ditahan di rumah tahanan (Rutan) berbeda. Ade Yasin di Rutan Polda Metro Jaya, sedangkan Maulana dan Ihsan di Gedung KPK RI Kavling C1, Jakarta. Kemudian Rizki dan Arko ditahan di Gedung Merah Putih KPK RI, Jakarta. Sedangkan Anthon, Hendra, dan Gerri di Rutan KPK RI pada Pomdam Jaya Guntur.

Ali mengemukakan, perpanjangan penahanan dilakukan dalam rangka pengumpulan alat bukti. Sekaligus, pemanggilan saksi-saksi yang berkaitan dengan perkara.

“Terdapat penjadwalan pemanggilan saksi-saksi. Sehingga, menjadi lebih jelas dan terang perbuatan para tersangka dimaksud,” ujarnya.

Diketahui, Ade Yasin ditetapkan tersangka kasus dugaan suap pengurusan laporan keuangan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor Tahun Anggaran 2021. KPK RI menetapkan delapan tersangka sebagai pemberi serta penerima dalam perkara tersebut.

Ade, Maulana, Ihsan, dan Rizki sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.

Sementara, Anthon, Arko, Hendra, dan Gerri sebagai tersangka penerima disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.

[MBN]

Tags

Tulisan terkait

Bimata
Close