BIMATA.ID, Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Republik Indonesia (RI), Luhut Binsar Pandjaitan, membantah pernah menyebut 110 juta masyarakat Indonesia menginginkan penundaan pemilihan umum (Pemilu) 2024.
Namun, Luhut menuturkan, memang memiliki big data yang bisa melihat aspirasi dari masyarakat.
“Tidak pernah saya bilang itu, jangan bertanya yang tidak pernah saya sebut,” tuturnya, usai menghadiri acara Kick-off DEWG Presidensi G-20 2022 di Hotel Grand Hyatt, Jakarta Pusat, Selasa (15/03/2022).
Luhut mengemukakan, data sebenarnya bisa didapatkan dari mana saja, apalagi teknologi sudah berkembang dengan pesat.
Ia juga menyampaikan, benar-benar memiliki big data seperti yang sebelumnya disampaikan, tetapi tidak menyebutkan angka 110 juta masyarakat Indonesia menginginkan penundaan Pemilu 2024.
“Ya pasti ada lah (big data), masa bohong. Tapi jangan lah (dibuka ke publik), buat apa dibuka,” pungkas Luhut.
Terkait penundaan Pemilu 2024, Luhut menguraikan, hal ini didasarkan pada aspirasi masyarakat menengah ke bawah.
“Yang saya tangkap ya, saya boleh benar, boleh nggak benar. Sekarang kita tenang-tenang kok, yang kedua kenapa duit segitu besar untuk Pilpres mau dihabisi sekarang, kita kan masih sibuk dengan Covid-19, keadaan masih begini, dan seterusnya-seterusnya. Itu pertanyaan, kenapa kita mesti buru-buru,” urai mantan Kepala Staf Kepresidenan RI ini.
Namun, penundaan Pemilu 2024 tentunya juga harus melalui proses panjang hingga ke pembahasan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.
“Kalau memang nanti prosesnya jalan sampai ke DPR, ya bagus. DPR tidak setuju, ya berhenti. Itulah demokrasi kita, kenapa mesti marah-marah,” tandas Luhut.
Politikus Partai Golongan Karya (Golkar) ini juga membantah, sudah memanggil para petinggi partai politik (parpol) untuk mendukung wacana penundaan Pemilu tersebut.
Sebelumnya, dalam wawancara di kanal YouTube Deddy Corbuzier, Luhut mengklaim, punya big data yang berisikan aspirasi masyarakat di media sosial (medsos) soal Pemilu 2024.
“Kita kan punya big data, dari big data meng-grab kira-kira 110 juta. Itu macam-macam, dari Facebook dan segala macam, karena orang main Twitter, kira-kira 10 juta-lah. Kalau di menengah bawah ini, itu pokoknya pengen tenang, bicaranya ekonomi, tidak mau lagi seperti kemarin, karena tidak mau lagi kita sakit gigi dengar ‘kampret’, ‘kecebong’, ‘kadrun’, itu kan menimbulkan tidak bagus, masa terus-terusan begitu,” ucapnya.
[MBN]