BeritaHukumPolitik

Guspardi Gaus Sebut Dasar Hukum Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 Belum Jelas

BIMATA.ID, Jakarta – Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI), Guspardi Gaus, melayangkan kritikan pada Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Permendikbudristek) Republik Indonesia (RI) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.

Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) ini menuturkan, Permen tersebut mengadopsi draf Rancangan Undangn-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) yang sebelumnya ditolak masyarakat luas pada periode 2014-2019 lalu.

Selain itu, Guspardi juga menilai, dasar hukum dari terbitnya aturan tersebut juga tidak jelas, karena undang-undang (UU) yang menjadi cantolan hukumnya saja belum ada.

“Padahal, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Pasal 8 Ayat 2 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dinyatakan bahwa Peraturan Menteri bisa memiliki kekuatan hukum mengikat manakala ada perintah dari peraturan perundangan yang lebih tinggi,” tuturnya, Senin (08/11/2021).

Permen itu melampaui kewenangan yang ada. Terlebih, Panitia Kerja (Panja) Badan Legislasi (Baleg) DPR RI saat ini masih membahas tentang RUU TPKS (Tindak Pidana Kekerasan Seksual). Artinya, Permen ini melangkahi UU, serta tidak memiliki cantolan yuridis yang jelas dan spesifik.

“Jadi, apa dasar hukum yang menjadi landasan dikeluarkannya kebijakan tersebut,” imbuh Guspardi.

Guspardi menambahkan, betapa banyak terjadi hubungan seks di luar nikah yang diawali dengan persetujuan alias suka sama suka. Begitu pula bermunculannya perilaku lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) yang kian merebak di masyarakat.

Padahal, perilaku seks di luar nikah ataupun LGBT tidaklah dibenarkan dalam norma agama. Tak hanya itu, Permen tersebut seolah mengenyampingkan proses hukum bila terjadi suatu kasus. Pasalnya, cenderung berfokus pada pengadilan internal dengan keberadaan satuan tugas (Satgas) di lingkungan kampus.

“Oleh karena bermasalah dari segi yuridis maupun filosofis, beleid yang ditandatangani Mas Menteri Nadiem pada 31 Agustus 2021 itu sebaiknya dicabut dan dibatalkan, karena berpotensi menjadi masalah dan memantik polemik di tengah masyarakat dalam implementasinya ke depan,” ucap Legislator daerah pemilihan (Dapil) Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) II ini.

Sebelumnya diberitakan, sebanyak 13 Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) Islam yang tergabung dalam Majelis Ormas Islam (MOI) meminta Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) RI, Nadiem Makarim, mencabut Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021. Sebab, peraturan tersebut dinilai telah meresahkan umat Islam.

[MBN]

Tags

Tulisan terkait

Bimata
Close