OpiniUmum

Soal Investasi Miras: Tuan Memberikan Apa Yang Tidak Kami Inginkan

Penulis : Ti Kama, Masyarakat Indonesia

BIMATA.ID, OPINI — Sejujurnya saya selalu gusar menjalani hari-hari di masa pandemi yang tak tahu kapan akan berakhir. Setiap hari korban berjatuhan akibat diserang virus sialan ini. 

Belum lagi jumlah orang yang positif covid-19 mencapai di angka 1 juta. Ketersediaan lahan pemakaman juga ikut menjadi kegusaran, dan bukan hanya saya, tapi juga pemerintah pusat ikut pusing mencari cara bagaimana pandemi ini harus segera usai.

Selama masa pandemi, kita juga bisa melihat para pelaku usaha yang tidak sedikit memilih jalan untuk “gulung tikar”. Usahanya sepi, terancam tutup, dan minim pendapatan. Belum lagi jika para pelaku usaha ini harus memilih jalan PHK kepada karyawannya sehingga menyebabkan angka pengangguran di republik ini membengkak.

Perekonomian Indonesia benar-benar melemah. Negara pun hampir sekarat!

Namun, sebaik-baiknya masyarakat Republik Indonesia saya selalu menyelipkan sebuah harapan; paling tidak pemulihan ekonomi secara nasional akan segera teratasi. Dengan begitu pendapatan masyarakat indonesia senantiasa kembali normal meski masih terlalu jauh dari kata sejahtera. 

Belakangan harapan saya dan mungkin harapan semua masyarakat di Republik ini telah diijabah oleh pemerintah pusat melalui jalan kebijakannya tentang Perpres Investasi Miras. Keberanian dan rasa percaya diri dari pemerintah pusat untuk mengatur permirasan di negara ini seolah hadir sebagai jawaban di tengah-tengah kegusaran dan keterpurukan perekonomian Indonesia saat ini.

Bicara soal miras semua orang tahu bahwa barang satu ini adalah salah satu penyebab terjadinya kesenjangan sosial di ruang lingkup masyarakat. Semua orang juga tahu bagaimana aparat penegak hukum sangat gencarnya melakukan sosialisasi terhadap masyarakat untuk menjauhi miras. Toh tingkat kriminalitas yang belakangan terjadi di Republik ini dikarenakan kebiasaan mengonsumsi miras yang lepas kontrol. 

Menurut data Riset Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menunjukkan sepanjang 2008 hingga 2013 ada sekitar 230 korban tewas akibat mengonsumsi miras tak berizin.

Kemudian pada 2014 – 2018, jumlah korbannya naik dua kali lipat mencapai sekitar 540 orang. (Sumber: BBC Indonesia)

Artinya dalam kurun waktu dua tahun belakangan ini, miras benar-benar telah menjelma salah satu mesin pembunuh selain Covid-19. Itu faktanya. 

Selanjutnya jika dilihat dari kebijakan investasi per mirasan yang dibuat oleh pemerintah pusat, hanya ada beberapa daerah saja yang kemungkinan besar akan terjamah oleh kebijakan tersebut. Dengan alasan mengkonsumsi miras telah menjadi bagian dari kehidupan sosial di sana. Sebut saja Bali, Papua, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Utara. 

Saya kira pemerintah pusat perlu mengkaji dinamika sosial yang ada di daerah-daerah tersebut bukan hanya sekedar mengkaji seberapa banyak tingkat konsumsi miras masyarakat yang ada di sana, melainkan pemerintah juga harus mengkaji latar belakang suku dan agama yang ada di wilayah tersebut. 

Ingat! Ini adalah Republik Indonesia! Sejak lahir dan didirikan negara ini sangat kental dengan kemajemukan masyarakatnya. 

Bisa jadi Miras terterima di kalangan tertentu, tapi tidak menutup kemungkinan Miras juga akan tertolak dengan sangat keras pada golongan tertentu. Lalu siapa yang akan bertanggung jawab jika dikemudian hari ketika miras dilegalkan penyebarannya (meski terkontrol) lalu menimbulkan gesekan pada kemajemukan itu sendiri? Miras ibarat percikan api yang kecil, sekali menyala hanya ada dua kemungkinan; padam atau membara.

Pada akhirnya saya menitip satu harapan baru di atas harapan yang sebelumnya. Soal Investasi Miras ada baiknya didiskusikan terlebih dahulu dengan Wakil Presiden di Republik ini. Jangan sampai kebijakan tersebut seolah-olah mencoreng identitas Kyai-nya.

Alih-alih Tuhan memberikan apa yang kita butuhkan, kenyataanya Tuan memberikan apa yang tidak kita inginkan. 

Sekian.

(****)

Tags

Tulisan terkait

Bimata
Close