BeritaBisnisEkonomiNasionalProperti

Realisasi Jamsostek untuk Properti Capai Rp11,9 T

BIMATA.ID, JAKARTA- Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BP Jamsostek) mencatat realisasi investasi untuk perumahan dan properti mencapai Rp11,9 triliun. Direktur Utama BP Jamsostek Agus Susanto mengatakan investasi tersebut ditempatkan pada instrumen saham, obligasi hingga reksadana.

“BP Jamsostek diberikan amanah untuk melakukan investasi guna mendukung manfaat program perumahan jadi ini adalah kegiatan investasi. Seperti dalam PP 55 tahun 2015 bahwa BP Jamsostek dapat melakukan penempatan deposito untuk mendukung program perumahan peserta,” ujarnya di Komisi IX DPR, Rabu (8/7).

Agus menuturkan pengembangan dana itu nantinya dapat digunakan untuk mendukung program penyediaan perumahan bagi peserta, paling tinggi 30 persen dari total jaminan hari tua (JHT).

Agus memaparkan dalam Peraturan Pemerintah nomor 46 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program JHT, terdapat dua hal yang mengatur program pembiayaan perumahan tersebut, yakni pada Pasal 22 dan Pasal 25.

Dalam Pasal 22, peserta dapat mengambil sebagian manfaat JHT berupa uang tunai sebesar 30 persen untuk kepemilikan perumahan atau 10 persen dari jumlah JHT yang bersumber dalam individual account sebagai persiapan pensiun.

Pengambilan manfaat ini dilakukan 1 kali selama masa kepesertaan Jamsostek. Sementara dalam pasal 25, peserta JHT juga dapat memperoleh fasilitas pembiayaan penyediaan perumahan yang dananya bersumber pada jaminan sosial hari tua dalam bentuk manfaat layanan tambahan (MLT).

Pinjaman ini berupa pinjaman uang muka perumahan, kredit kepemilikan rumah, atau pinjaman untuk renovasi perumahan.

Namun, Agus mengungkap hingga saat ini peserta yang memanfaatkan program JHT untuk pembiayaan perumahan jumlahnya masih sedikit. Penyebabnya antara lain adalah besarnya pajak yang harus ditanggung peserta dan tingginya harga properti.

Agus menyampaikan bahwa peserta akan terkena pajak progresif jika pencairan JHT ini dilakukan lebih awal.

“Sebab pencairan hanya sekali sesuai dengan ketentuan Jadi kalau satu kali diambil (di akhir) pajaknya 5 persen. Tetapi kalau saya ambil 30 persen (di awal), sisanya nanti akan kena pajak progresif,” tuturnya.

“Harapan kami ke depan adalah adanya relaksasi sebagai satu dukungan untuk bisa meninjau kembali pengenaan pajak progresif khususnya untuk JHT karena itu cukup memberatkan apabila dikenakan pajak progresif,” sambung Agus.

Selain itu, harga properti yang cukup tinggi, sehingga 30 persen yang diambil dari JHT rata-rata itu tidak mencukupi untuk bisa mendapatkan properti yang diinginkan.

“Kemudian juga terbentur dengan prosedur pengajuan kredit perbankan yang cukup complicated,” pungkasnya.

Tags

Tulisan terkait

Bimata
Close