BIMATA.ID, JAKARTA- Di kalangan pengusaha sektor properti ada desakan agar ada relaksasi aturan lama agar sektor properti bisa menggeliat lagi meski dihantam pandemi.
Salah satunya soal ketentuan transaksi properti dengan nilai di atas Rp 500 juta harus dilaporkan oleh pihak pengembang. Pengembang harus mempertanyakan asal-usul dana yang dimiliki oleh calon pembeli.
Pengembang menilai ketentuan ini membuat konsumen menahan pembelian properti apalagi kala pandemi covid-19, tentu sangat merugikan bagi ekonomi yang sedang butuh dorongan untuk bangkit dari belanja konsumsi khususnya properti. Diduga banyaknya masyarakat yang belum ikut program tax amnesty, membuat ketentuan wajib laporan ini jadi momok buat mereka untuk transaksi properti, meski aturan ini sudah berlaku 10 tahun lalu.
“Nilai transaksi di atas Rp 500 juta harus sertakan surat menyatakan uang itu dari mana, maksudnya uang halal atau haram,” kata Ketua Umum DPP Real Estate Indonesia (REI) Totok Lusida.
Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Dengan adanya aturan ini, maka masyarakat maupun pengusaha diarahkan agar taat pajak dengan melaporkannya secara langsung.
Dalam ketentuan pasal 17 UU tersebut, perusahaan properti/agen properti masuk dalam kategori pihak wajib melakukan pelaporan untuk transaksi di atas Rp 500 juta. Pasal 27 menegaskan (1) Penyedia barang dan/atau jasa lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b wajib menyampaikan laporan Transaksi yang dilakukan oleh Pengguna Jasa dengan mata uang rupiah dan/atau mata uang asing yang nilainya paling sedikit atau setara dengan Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) kepada PPATK.
“Banyak yang belum ikut tax amnesty kemarin. Uang ini bisa buat kegiatan ekonomi, mikro, riil. Tolong lah kita sama-sama membantu kalau mereka itu bisa melakukan transaksi, kegiatan ekonomi menjadi bagus. Kita ambil contoh, kita membeli properti, begitu pengembang validasi, itu kan langsung masuk di online kantor pajak. Apa itu salah? nggak, benar. Ayo kita perbaiki sama-sama apa yang terjadi di masyarakat,” sebutnya.
Kepatuhan pengusaha dalam membayarkan pajak ini sangat penting bagi kas negara yang susut akibat dampak pandemi Covid-19. Dengan adanya pajak yang masuk, maka perputaran ekonomi pun berpotensi untuk berjalan. Apalagi, kesulitan membayar pajak harusnya tidak menjadi alasan karena sistem pelaporan sudah dibuat dengan sistem online.
“Kita benahi sama-sama, semua transaksi harus jelas. Kan sekarang pandemi, ekonomi lagi lesu, kalau uang ini bisa ikut di perputaran kan bisa membantu,” jelasnya.