BIMATA.ID, JAKARTA- Mantan Direktur Utama PLN Eddie Widiono menyatakan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir di Indonesia masih sekadar mimpi lantaran sulit terealisasi.
Sebab, menurutnya nuklir kerap dibandingkan dengan sumber energi alternatif yang lain yang lebih murah.
“Kalau kita membaca kajian itu mereka selalu membandingkan nuklir dengan renewable yang lain, khususnya solar (panas),” ujar Eddie dalam webinar HIMNI, Kamis (2/7).
Eddie menuturkan energi nuklir di Indonesia seharusnya dipersiapkan sebagai pengganti batubara dan bersaing dengan gas. Dia berkata PLTN tidak bisa dibandingkan dengan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi atau Pembangkit Listrik Tenaga Angin karena skala keduanya kecil dan tersebar.
“Jadi kalau kita mengambil yang paling realistis sekarang adalah Small Modular Reactors, 300 megawatt size. Totally manufacture (seluruhnya dibuat) di pabrik, di bawa ke sini sudah sebagai suatu modul. Kemungkinan kesalahan dalam konstruksi dan sebaginya sangat minim, dan bisa lebih cepat di bangun,” ujar Eddie.
Meski sulit terealisasi, Eddie menyampaikan Indonesia tetap memiliki peluang untuk memiliki PLTN. Sebab, menurutnya Indonesia masih memiliki sejumlah masalah seperti krisis listrik hingga ketersediaan teknologi.
Selain itu, Indonesia juga masih harus mengejar target Energi Baru Terbarukan 23 persen tahun 2025. Sebab, menurut Eddie hal ini masih jadi sekadar komitmen politik saja.
“Sekarang tinggal cari obstaker (pengguna). Kalau obstakernya PLN, situasinya PLN sedang seperti ini. Jadi harus dipadukan dengan obstaker yang sekarang bermunculan, misalnya yang berkecimpung di smelter,” ujarnya.
Eddie menambahkan dunia sedang dalam masa transisi energi. Namun, dia mengatakan World Economic Forum mencatat Indonesia berada di posisi 70 dari 115 negara dalam peta transisi energi. Itu artinya Indonesia hampir tidak melakukan transisi energi.
“Sangat lambat sekali perkembangannya, memang kita lebih baik dari China yang ada di 78 dan India 74,” ujarnya.