BIMATA.ID JAKARTA Pasangan Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) nomor urut tiga, Ganjar Pranowo dan Mahfud MD mengkritik program food estate yang terkesan dipaksakan.
Menurut Ganjar, program food estate awalnya bertujuan untuk ketahanan pangan. Namun dalam praktiknya, justru tidak tepat sasaran. Dia mencontohkan tanaman singkong yang gagal panen.
“Tidak ada di Indonesia ini petani-petani itu menanam singkong tidak tumbuh. Kalau kita mau bicara singkong, kalau ditanam di tempat, maaf ya, agak asal saja tumbuh, kok ini tidak tumbuh? Saya yakin, yang disuruh itu tidak mengerti,” kata Ganjar dikutip dari keterangan tertulis, Jumat (26/1/2024).
Ganjar menyarankan untuk mencari tempat yang cocok untuk dijadikan food estate. Misalnya memanfaatkan lahan yang menganggur di desa-desa, mendorong anak muda di desa untuk bertani secara modern dengan memanfaatkan kearifan lokal.
“Bikin anak-anak muda yang di desa untuk bertani dengan modern, dampingi mereka dengan kearifan lokal yang dimiliki. Nggak usah seragam, sudah deh. Saya sudah bertemu pengusaha. Sudah lah, Mas Ganjar, serahkan kepada mereka, kita yang bikin jadi. Nggak usah mimpi yang gede-gede,” katanya.
Terpisah, Sekretaris Eksekutif Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Heru Dewanto mengatakan, pihaknya akan mengatasi krisis pangan dengan pendekatan berbeda.
Bukan dengan membabat hutan seperti program food estate yang dilaksanakan pemerintahan saat ini.
“Kami berkomitmen untuk mengatasi krisis pangan namun tidak akan melanjutkan program food estate seperti yang sekarang sedang dibangun. Yang dilakukan dengan menyiapkan lahan luas dengan sebagian menebang hutan lalu melaksanakan usaha pertanian di atasnya,” kata Heru.
Dia menjelaskan, Ganjar-Mahfud akan membuat program ketahanan pangan dengan mengintegrasikan lahan-lahan petani yang kecil-kecil hingga mencapai skala ekonomi tertentu.
Sehingga dilakukan pengusahaan (korporatisasi) secara ekonomis, dalam satu ekosistem pertanian terpadu sebagai usaha bersama.
“Dengan begitu mekanisasi pertanian dan intensifikasi pertanian bisa dilakukan, sehingga petani naik kelas, dari buruh tani menjadi pengusaha tani,” papar Heru.
Selain itu, merevitalisasi produksi dengan pupuk dan pendampingan teknis optimal, tak kalah penting terkoneksi digital untuk akses pasar yang adil dan stabil.
“Ada lagi integrasi sistem informasi kemandirian pangan dan pengurangan impor,” ujarnya.
Heru menyinggung tentang pelibatan anak-anak muda sebagai akselerator petani masa depan sebagaimana sering disampaikan Ganjar-Mahfud saat menjumpai rakyat. Keseluruhan itu, kata Heru, mengadopsi model pertanian berkelanjutan yang berpihak pada lingkungan.
“Dengan demikian kita bisa mengatasi krisis pangan. Petani bangga bertani dan naik kelas dari buruh tani menjadi pengusaha tani, dan anak muda akan bangga ikut bertani dan ekonomi sirkular yang mendukung pembangunan desa akan tumbuh berkembang,” pungkasnya.
(W2)