BeritaHukumNasionalPolitikRegional

Jabarkan Pelanggaran Administrasi dan Pidana Pemilu, Puadi Harap TNI Netral

BIMATA.ID, Bogor – Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Puadi, memaparkan mengenai pelanggaran administrasi dan tindak pidana yang dapat terjadi dalam pemilihan umum (pemilu) dan pemilihan kepala daerah (pilkada). Ia berharap agar Tentara Nasional Indonesia (TNI) dapat menjaga netralitasnya selama pelaksanaan Pemilu 2024.

Dalam konteks pelanggaran administrasi pemilu, Puadi merinci bahwa Undang-Undang (UU) Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 mencakup pelanggaran terhadap tata cara, prosedur, atau mekanisme yang terkait dengan administrasi dalam berbagai tahapan penyelenggaraan pemilu.

Lebih lanjut, aturan terkait tata cara, prosedur, atau mekanisme administrasi pelaksanaan pemilu diatur dalam UU Pemilu, Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU), dan keputusan-keputusan KPU.

“Pelanggaran administrasi pemilu merupakan pelanggaran terhadap norma UU Pemilu, Peraturan KPU, dan/atau Keputusan KPU yang mengatur mengenai tata cara, prosedur, atau mekanisme pelaksanaan pemilu,” ujar Puadi saat Pelatihan Teknis Yudisial Tindak Pidana Pemilu bagi Hakim Tingkat Pertama Peradilan Militer Seluruh Indonesia yang diadakan oleh Mahkamah Agung (MA) di Badan Litbang Diklat Kumdil MA, Megamendung, Kabupaten Bogor, pada Rabu (15/11/2023).

Baca Juga : Prabowo Sambut Kehadiran Menhan Timor Leste Dalam Pertemuan ADMM

Puadi memberikan contoh pelanggaran administrasi pemilu, seperti penambahan masyarakat yang belum memenuhi syarat sebagai pemilih ke dalam daftar pemilih tetap (DPT) oleh KPU. Ia juga menyoroti penetapan seseorang yang merupakan mantan terpidana korupsi, yang belum menjalani masa jeda selama lima tahun setelah bebas dari hukuman penjara atau denda, sebagai daftar calon tetap (DCT) untuk Anggota DPR, DPD, dan DPRD.

Contoh lain yang disampaikan oleh Puadi adalah verifikasi syarat pencalonan yang tidak sesuai prosedur, seperti peserta pemilu atau pihak yang melakukan kampanye pertemuan terbatas atau rapat umum tanpa memberikan pemberitahuan kepada kepolisian, serta pemasangan alat peraga kampanye (APK) di lokasi yang dilarang.

Untuk tindak pidana pemilu, Puadi menegaskan bahwa UU Pemilu tidak memberikan definisi resmi mengenai tindak pidana pemilu. Namun, dalam UU Pemilu No. 7 Tahun 2017, terdapat 77 tindak pidana yang diatur dari Pasal 488 hingga Pasal 553.

Puadi menyatakan bahwa subjek yang paling banyak dikenai norma tindak pidana pemilu adalah penyelenggara pemilu. Terdapat 26 norma yang mengatur subyek pidana, dengan 23 norma untuk jajaran penyelenggara KPU dan tiga norma untuk jajaran Bawaslu.

Mantan Anggota Bawaslu Provinsi DKI Jakarta ini menambahkan bahwa terdapat tren putusan pidana pemilu sejak tahun 2018. Pada Pemilihan Umum 2018, terdapat 68 putusan, dengan sebagian besar berkaitan dengan netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN), termasuk kepala desa, politik uang, penggunaan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan pendidikan, serta kampanye di luar jadwal.

Tren putusan terus meningkat pada Pemilihan Umum 2019 dengan total 361 putusan. Poltik uang menjadi pelanggaran terbanyak, diikuti oleh mencoblos lebih dari sekali, menyebabkan suara tidak bernilai, tambahan atau pengurangan hasil suara, dan netralitas kepala desa.

Simak Juga : Berikan Gagasan Program Pro Rakyat, Prabowo-Gibran Semakin Jadi Idaman Wong Cilik

Pada Pemilihan Umum 2020, terdapat 173 putusan dengan pola yang serupa. Politik uang menjadi pelanggaran terbanyak, diikuti oleh mencoblos lebih dari sekali, menyebabkan suara tidak bernilai, dan netralitas kepala desa.

Puadi berharap agar peserta, yang merupakan hakim pertama militer, dapat bersama-sama menjaga netralitas TNI selama pelaksanaan Pemilu 2024. “Penanganan netralitas TNI ini akan dilanjutkan dan ditangani oleh Bapak/Ibu sekalian. Mari kita bersama-sama menjaga agar Pemilu 2024 ini lebih berkualitas sesuai dengan ketentuan UU,” tutupnya.

Tags

Tulisan terkait

Bimata
Close