Bimata

Sengketa Lahan dapat Gunakan Pendekatan Konsensual Guna Tekan Konflik Sosial

BIMATA.ID, Serang – Pemerintah Indonesia telah menyuarakan reforma agraria sebagai Program Prioritas Ketujuh Nawacita dan Program Prioritas Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Akan tetapi, pada pelaksanaannya, Komisi II DPR RI menilai belum sesuai harapan karena seringkali menimbulkan konflik sosial.

Hal ini disampaikan oleh Endro Suswantoro Yasman kepada media usai melakukan Kunjungan Kerja Spesifik Komisi II DPR ke Kantor Wilayah ATR/BPN di Serang, Provinsi Banten, Senin (2/10).

Baca Juga : Setuju Dengan Prabowo, Partai Garuda Dorong Adanya Kementerian Hak Cipta Bisnis

Menurutnya konflik ini sering terjadi dikarenakan stakeholder terkait tidak menggunakan pendekatan konsensual.

“Ada beberapa kasus tanah yang reforma agraria. Akhirnya apa ini gagal? Karena proses ajudikasi tidak dilakukan dengan tepat sehingga yang terjadi malah saling klaim,” kata Endro.

Endro menilai, pendekatan konsensual perlu dilakukan untuk masyarakat adat. Tidak ingin menjadi polemik yang berkepanjangan, dirinya mengusulkan agar tanah yang menjadi wilayah masyarakat adat menjadi sertifikat kawasan budaya.

“Jadi sertifikatnya model kawasan budaya. Sifat komunalnya itu tetap apa sehingga komunitasnya bisa terjamin, tapi kalau disertifikatkan (atas nama perorangan), ini kan (pendekatan) individualis yang akan merusak kerekatan sosial,” tuturnya.

Simak Juga : Adik Prabowo Bersama PRPS Maulidan di Banyumas

Di sisi lain, Politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu menyayangkan pelaksanaan program prioritas nasional dibebankan lebih besar kepada pemerintah daerah setempat, bukan pemerintah pusat melalui Kementerian ATR/BPN. Tanpa adanya pembinaan, ia khawatir akan menimbulkan miskoordinasi.

“Kami berharap pemerintah pusat mengevaluasi masalah-masalah seperti ini,” tandas Endro. Sebagai informasi, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per bulan Maret 2023, kepemilikan tanah selama empat dasawarsa mengalami fluktuasi pada rentang 0,50-0,72.

Angka ini menunjukkan bahwa ketimpangan yang sangat tinggi. Dimana sebanyak 1 persen rakyat Indonesia menguasai 72 persen tanah. Sebab itu, Komisi II DPR mendukung reforma agraria agar ketimpangan ini bisa terurai.

Exit mobile version