Bimata

LPAI : Pencabutan KJP Plus Milik Pelaku Perundungan Merupakan Tindakan yang Melanggar Hak Pendidikan Anak

BIMATA.ID, Jakarta – Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) menilai pencabutan Kartu Jakarta Pintar (KJP) Plus Seto Mulyadi mengatakan, milik pelaku perundungan (bullying) merupakan tindakan yang melanggar hak pendidikan anak.

“Kalau KJP dicabut ya artinya mencabut hak pendidikan anak dong, padahal ada cara yang lebih tepat,” kata Seto Mulyadi, dikutip dari antaranews, Senin (09/10/2023).

Kak Seto menilai, setiap anak memiliki perilaku yang berbeda-beda, oleh arena itu harus ditanggapi secara bijak dengan diberikan hadiah (reward) dan hukuman (punishment).

“Dalam artian, setiap perilaku anak yang keliru tentu harus dihukum dan perilaku positif perlu diberikan apresiasi atau hadiah,” tuturnya.

Baca Juga : Prabowo Pimpin Rapat Kabinet Terbatas Soal RS Indonesia di Palestina Terdampak Serangan Bom Israel

Tentunya pemberian hukuman ini harus sesuai dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

“Tapi hukuman ini harus edukatif bahwa anak bisa dipidana iya bisa saja, tetapi berdasarkan pada Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak,” jelasnya.

Nantinya jika anak terbukti melakukan pidana, maka diarahkan untuk masuk dalam Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) agar tetap mendapatkan pendidikan.

Dengan adanya cara lain seperti membimbing anak di LPKA, maka anak tetap dapat efek jera namun hak pendidikannya tidak dikesampingkan.

Selain itu, dia juga menyoroti pentingnya peran kepala sekolah dan guru untuk menegaskan bahwa sekolah merupakan tempat yang ramah anak dan anti kekerasan.

“Guru harus mengingatkan kepada siswa jika melakukan tawuran atau ‘bullying’ itu bisa dipidana dan akan tercatat sehingga akan mempersulit masa depan mereka,” tegasnya.

Menurut Kak Seto, peran guru sangatlah penting dalam pencegahan dan mengingatkan siswa sehingga jika dibiarkan maka bisa saja juga terancam pidana.

Simak Juga : Elektabilitas Prabowo Terus Meningkat, Mantan Aktivis 98: Menang Satu Putaran

Adapun bunyi Pasal 76 C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yakni setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak.

“Makanya para guru, kepala sekolah dan sebagainya mohon juga awas terjadinya pembiaran dan bagian dari kekerasan terhadap anak,” pungkasnya.

Tercatat ada 226 kasus perundungan di Indonesia pada tahun 2022 berdasarkan data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI).

Exit mobile version