Bimata

Para Ahli Hisap Wajib Tau, Bahaya Rokok Bukan dari Nikotin, Tapi dari Zat Ini

BIMATA.ID, Jakarta- Para ahli hisap perlu tahu dalam bahaya merokok. Apalagi banyak zat-zat kimia yang terkandung dalam sebatang rokok, salah satunya Nikotin.

Namun diketahui Nikotin hanya membuat candu untuk merokok. Dan bukan sebagai sumber utama penyakit akibat kebiasaan merokok.

Menurut Chief Life Sciences Officer SFP Philip Morris International (PMI) Badrul Chowdhury, kebiasaan merokok bisa menimbulkan penyakit seperti kanker paru-paru, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), penyakit kardiovaskular dan lainnya.

Baca juga : Terima Kunjungan Menhan Mohamad, Prabowo Optimis Hubungan RI-Malaysia Saling Menguntungkan

Akan tetapi, penyakit itu bukan ditimbulkan oleh Nikotin, melainkan zat lainnya dalam rokok yaitu TAR.

“Banyak orang menganggap nikotin menyebabkan kanker. Padahal nikotin tidak. Alasan utama bahaya kesehatan itu adalah tar dan abu yang terbakar, bukan dari nikotin,” ujarnya di Jakarta, yang ditulis Rabu (22/2/2023).

Badrul menjelaskan, nikotin memang bahan kimia yang adiktif atau membuat candu, tapi penyakit kanker paru-paru hingga stroke itu berasal dari produk yang terbakar dari tembakau.

Selengkapnya : Prabowo Dampingi Presiden Jokowi Lepas 140 Ton Bantuan Bahan Makanan ke Turki dan Suriah

Apalagi, lanjut dia, pembakaran rokok pada suhu tinggi bisa memicu produksi lebih dari 6.000 zat kimia berbahaya yang dihirup.

Badrun menyarankan, masyarakat untuk mengkonsumsi rokok dengan pembakaran suhu tinggi. Karena bisa menekan 95% dampak dari zat-zat berbahaya itu.

Di sisi lain, Badrul mengungkap hasil riset, di mana  membandingkan urutan waktu orang pulih dari berhenti merokok, dengan bagaimana tubuh pulih jika beralih ke produk bebas asap.

Sebelumnya baca juga : Prabowo Subianto Sapa Relawan Kemanusiaan yang Mengiringi Bantuan Ke Turki-Suriah

“Hasilnya kurang lebih sama. Karbon monoksida di dalam darah juga berkurang. Kemudian mengurangi gejala PPOK seperti nafas pendek, dan gangguan paru-paru. Selain itu tingkat kematian dan risiko kanker itu juga lebih lama terjadi,” pungkas dia.

Exit mobile version