Heri Gunawan Sebut Satgas BLBI Perlu Lebih Optimal Menagih Dana BLBI Rp110,4 Triliun
BIMATA.ID, Jakarta – Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang membidangi keuangan dan perbankan telah melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI (Satgas BLBI), membahas perkembangan penyelesaian BLBI.
Rapat Dengar Pendapat (RDP) ini perlu dilakukan dengan Satgas BLBI karena Menkeu meminta anggaran untuk Satgas BLBI sehingga perlu di dalami mengenai pekerjaan Satgas BLBI, mengingat ramainya pemberitaan di media soal kerja satgas yang menyita aset ex BLBI yang ternyata juga masih menimbulkan gugatan hukum.
Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Gerindra Heri Gunawan menyatakan Satgas BLBI perlu lebih optimal dalam menagih dana negara BLBI Rp110,4 triliun. Pasalnya, sesuai dengan Kepres Nomor 6 Tahun 2021, masa tugas Satgas BLBI akan berakhir pada 31 Desember 2023. Sementara kerugian negara yang tertagih baru mencapai 25% atau Rp27,8 triliun.
“Sisa waktu tinggal 15 bulan dari sekarang, namun kerugian negara masih 75% atau sebesar Rp82,6 triliun yang belum tertagih,” kata Heri Gunawan yang juga menjabat sebagai Ketua Poksi Fraksi Partai Gerindra di Komisi XI DPR RI kepada awak media di Jakarta pada Jumat (30/09/2022).
Politisi yang biasa disapa Hergun ini mengurai jenis dan klasifikasi aset eks BLBI yang diburu oleh Satgas BLBI meliputi aset kredit sebesar Rp101,8 triliun, aset property Rp8,06 triliun, aset inventaris Rp8,47 miliar, aset surat berharga Rp489,4 miliar, aset saham Rp77,9 miliar, dan aset nostro Rp5,2 miliar.
“Sementara itu dari yang sudah tertagih sebesar Rp27,8 triliun, berbentuk tunai sebesar Rp885 miliar dan sisanya merupakan non-tunai berupa barang jaminan, aset properti, dan lainnya,” katanya.
“Kami berharap, pelaksanaan lelang terhadap aset eks BLBI dilakukan secara optimal sehingga dapat menghasilkan penerimaan sesuai dengan jumlah yang ditargetkan. Jangan sampai terulang kembali menjual aset eks BLBI dengan harga yang sangat murah,” tegasnya.
Ketua DPP Partai Gerindra itu juga mengapresiasi langkah Satgas BLBI yang menargetkan pemanggilan terhadap 335 obligor/debitur BLBI.
“Satgas BLBI telah melakukan pemanggilan terhadap 114 obligor, namun yang memenuhi panggilan baru 56 obligor. Saat ini pemanggilan sedang memasuki tahap ketiga dari empat tahap yang direncanakan,” katanya.
“Terhadap obligor yang belum memenuhi panggilan bisa dilakukan tindakan tegas dan terukur sesuai mekanisme yang berlaku sehingga kerugian negara bisa segera tertagih,” lanjutnya.
Wakil Ketua Fraksi Partai Gerindra DPR-RI itu juga mengingatkan Satgas BLBI untuk tidak menyerah menghadapi berbagai tantangan dalam melakukan penagihan.
“Kami memahami memang tantangannya banyak, antara lain tidak diketahuinya keberadaan obligor, harta kekayaan sudah dialihkan, pergantian pemegang saham, aset beralih ke pihak ketiga, adanya gugatan balik, dan saham dimiliki perusahaan asing,” bebernya.
“Namun, Satgas BLBI merupakan gabungan dari 10 kementerian/lembaga sehingga bisa mengoptimalkan Kerjasama, sinergi dan koordinasi, juga kolaborasi, termasuk meminta bantuan negara sahabat untuk mengatasi berbagai tantangan tersebut,” katanya.
Politisi yang berangkat dari Daerah Pemilihan Jawa Barat IV (Kota dan Kabupaten Sukabumi) menegaskan, seluruh obligor/debitur BLBI harus mengembalikan kerugian negara. Tidak boleh ada yang melenggang bebas dengan membawa kabur uang negara. Semua harus diburu hingga tuntas.
“Kasus ini sudah berlarut-larut hingga lebih dari dua dekade, sementara itu para pengemplang BLBI masih bebas berkeliaran menikmati uang rakyat. Satgas BLBI perlu bertindak cepat dan tegas. Bila ada pembangkangan, Satgas BLBI tidak perlu ragu untuk membawanya ke jalur pidana,” katanya.
Hergun sekali lagi berharap, penagihan aset BLBI bisa dilakukan secara optimal sehingga bisa menjadi salah satu solusi mengatasi kesulitan keuangan negara. Jika aset BLBI bisa tertagih seutuhnya, bisa digunakan untuk memperkuat subsidi BBM atau menambah program perlindungan sosial.
“Dampak kenaikan BBM sudah dirasakan oleh masyarakat berupa kenaikan biaya transportasi, harga kebutuhan sehari-hari, dan aneka kebutuhan lainnya. Program BLT BBM yang diberikan pemerintah juga belum optimal dan belum menyentuh seluruh lapisan masyarakat yang terdampak kenaikan BBM,” jelasnya.
“Komisi XI DPR-RI akan terus memantau perkembangan Satgas BLBI. Selain RDP yang sudah dilakukan beberapa waktu lalu, Komisi XI juga akan mengagendakan RDP lagi untuk memperkuat pengawasan terhadap upaya penagihan aset-aset eks. BLBI,” katanya.
Dalam RDP berikutnya, Hergun melanjutkan, “Komisi XI juga akan mendalami soal perkembangan pembayaran para obligor atas utang-utang mereka kepada negara yang sudah puluhan tahun menjadi piutang negara dan cara satgas BLBI menghitung besar piutang negara tersebut berdasarkan apa,” lanjutnya.
Selanjutnya, Komisi XI juga akan meminta supaya Satgas BLBI juga melakukan pemetaan aset dan family tracking sampai keturunan ke-3 karena sudah lebih dari 20 tahun kasus BLBI ini bergulir dan aset tracking dengan melibatkan PPATK terhadap kemungkinan dimiliki nya kembali aset ex agunan BLBI oleh pemilik lama baik itu dari para obligor maupun ex debitur macet bank beku operasi yang mendapatkan kredit dari BLBI.
Termasuk kenapa pemilik bank lama yang masuk daftar hitam Bank Indonesia mungkin menjadi pemilik kembali bank seperti Sinar Mas yang dulu punya Bank International Indonesia (BII) kemudian memiliki bank baru yaitu Sinar Mas Bank. Lalu Salim Group yang dulu pemilik BCA bisa punya bank INA dan pemilik Lippo bisa mempunyai Nobu Bank.
“Beberapa point di atas tentunya akan menjadi perhatian Komisi XI di rapat-rapat selanjutnya dengan Satgas BLBI. Termasuk kemungkinan penerapan tindak pidana TPPU-nya karena tidak membayar piutang negara,” pungkasnya.