BeritaNasionalPolitik

PKS Ingin Presidential Threshold di Bawah 10 Persen

BIMATA.ID, Jakarta – Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mendaftarkan gugatan aturan presidential threshold 20 persen ke Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia (RI). Presiden PKS, Ahmad Syaikhu menyampaikan, pihaknya ingin ambang batas tersebut diturunkan di bawah 10 persen.

“Adapun angka yang rasional dan proporsional berdasarkan hasil kajian tim hukum kami adalah pada interval 7-9 persen kursi DPR,” ucapnya, saat konferensi pers di Gedung MK RI, Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (06/07/2022).

Dia menjelaskan, angka itu sebagai titik tengah dari gugatan pihak-pihak sebelumnya yang ingin nol persen. Tim hukum PKS telah mengkaji dan melihat gugatan nol persen telah ditolak.

“Karena selama ini berbagai kajian kami di tim, bahwa dengan pengajuan angka nol persen ini hampir seluruhnya juga mengalami penolakan,” jelas Syaikhu.

Syaikhu menyebutkan, dasar perhitungan telah dituangkan ke dalam permohonan yang akan dijelaskan tim kuasa hukum PKS. Segala yang berkaitan dengan materi pokok gugatan dan argumentasi hukum akan disampaikan dalam persidangan.

Dalam pendaftaran gugatan hari ini, MK RI telah menerima dengan surat tanda terima No.69-1/PUU/PAN.MK/AP3. Pokok perkara yang diajukan adalah pengujian materi Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu).

Pemohonnya adalah Presden PKS, Ahmad Syaikhu dan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PKS, Aboe Bakar Alhabsyi sebagai Pemohon I. Serta, Ketua Majelis Syura PKS, Salim Segaf Al Jufri sebagai Pemohon II. Kuasa pemohon dalam pengajuan tersebut adalah Zainudin Paru.

Dalam pendaftaran judicial review itu, PKS mengikuti alur pemikiran MK RI yang telah mengadili kurang lebih 30 permohonan uji materi Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

“Mahkamah Konstitusi menyebutkan bahwa angka presidential threshold ini sebagai open legal policy. Pembentuk Undang-Undang, PKS sepakat dengan argumentasi ini,” sambung Syaikhu.

PKS telah mencermati Keputusan MK RI Nomor 74/PUU_XVIII/2020, yang menyatakan bahwa partai politik atau gabungan partai politik peserta Pemilu memiliki legal standing untuk mengajukan permohonan pengujian pasal yang dimaksud.

Syaikhu berharap, langkah judicial review tersebut bisa menyatakan Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sebagai inkonstitusional bersyarat. Jika ada perubahan persentase presidential threshold, maka peluang untuk mencalonkan presiden lebih leluasa.

“Semoga permohonan judicial review ini dapat dikabulkan, agar rakyat Indonesia dapat memilih presiden dan wakil presiden terbaik yang mampu membawa Indonesia adil dan sejahtera sesuai cita-cita para pendiri bangsa,” ungkapnya.

[MBN]

Tags

Tulisan terkait

Bimata
Close