BeritaHeadlineHukum

Draf RUU KUHP Terbaru, Hina Presiden dan Wapres Diancam 3,5 Tahun Penjara

BIMATA.ID, Jakarta – Pemerintah Republik Indonesia (RI) melalui Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) RI saat ini sedang melakukan sosialisasi terkait Rancangan Undang Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Dalam Draf RUU KUHP tersebut, yang ditelisik pada Senin (07/06/2021), penghinaan terhadap martabat Presiden dan Wakil Presiden dapat diancam 3,5 tahun penjara. Apabila menggunakan media sosial (medsos) diancam 4,5 tahun penjara.

Hal itu sebagaimana tertuang dalam BAB II TINDAK PIDANA TERHADAP MARTABAT PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN, yang diatur dalam Pasal 218 Ayat 1 tentang Penyerangan Kehormatan atau Harkat dan Martabat Presiden dan Wakil Presiden.

“Setiap Orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun 6 bulan,” sebagaimana tertuang dalam Pasal 218 Ayat 1.

“Tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri,” tulis bunyi Ayat 2.

Sementara, aturan hukum penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden juga diatur dalam Draf RUU KUHP Pasal 219.

“Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun 6 bulan,” tulis bunyi Pasal 219.

Dalam Pasal 220 diatur, penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden dapat diproses jika adanya aduan ke aparat penegak hukum. Bahkan, Presiden maupun Wakil Presiden bisa mengadukan secara tertulis hal dimaksud.

“Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 218 dan Pasal 219 hanya dapat dituntut berdasarkan aduan,” bunyi Pasal 220 Ayat (1).

“Pengaduan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dapat dilakukan secara tertulis oleh Presiden atau Wakil Presiden,” bunyi Ayat (2).

[MBN]

Tags

Tulisan terkait

Bimata
Close