BIMATA.ID, Jakarta – Viral sebuah pernyataan seorang mahasiswi Universitas Pelita Harapan (UPH), Annisa, diduga mengalami kekerasan oleh sang kekasih yang merupakan seniornya, BJ.
Pun, pengakuan mahasiswi itu menjadi perbincangan di media sosial (medsos). Dirinya juga mengaku, sudah mengadu ke Komisi Nasional (Komnas) Perempuan.
“Sebagai informasi, semua laporan ke KP baik langsung maupun elektronik, pada tahap awal akan dilakukan proses verifikasi baik melalui telepon atau WA,” ujar Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah, melalui pesan singkat, Jumat (17/02/2022).
Baca juga: Habiburokhman Jelaskan Ketidakhadiran Prabowo Dalam Rakernas Partai Ummat
“Pada saat proses ini, korban pada saat itu tidak melanjutkan proses pelaporan ke Komnas Perempuan. Karena, pelaku meminta maaf dan korban memiliki harapan tidak terjadi lagi kekerasan,” sambungnya.
Komnas Perempuan, lanjutnya, memahami korban kekerasan menunda atau tidak melanjutkan laporan atas kekerasan yang dialaminya.
“Hal ini dikarenakan apa yang dialami korban adalah salah satu bentuk Kekerasan Dalam Pacaran (KDP). Secara substantif, KDRT terhadap istri dan KDP adalah sama-sama bentuk kekerasan terhadap perempuan dalam relasi personal. Di mana, pelaku dan korban berada dalam hubungan intim atau asmara,” terang Siti.
Lihat juga: Prabowo Subianto Perbantukan Pesawat Hercules C-130 untuk Penanggulangan Bencana di Turki
Siti menjelaskan, perbedaannya terletak pada status hukum pelaku dan korban. Dalam KDRT Istri, status mereka adalah suami dan istri, maka Undang-Undang (UU) PKDRT dapat menjadi payung hukum untuk korban.
“Sedangkan KDP belum ada aturan hukum spesifik, merujuk pada KUHP. Dalam KDP dan KDRT Istri, berlaku siklus kekerasan seperti yang dialami oleh korban,” jelasnya.
Dirinya mengemukakan, kasus kekerasan dalam relasi pacaran ini baik berbentuk fisik, psikis, seksual, dan ekonomi terus diadukan ke Komnas Perempuan dan lembaga layanan. Tahun 2021 dilaporkan terjadi 463 kasus.
“Karenanya, kami mengapresiasi langkah dari Kampus UPH yang memberikan respons yang baik dan memberikan pedampingan kepada korban,” imbuh Siti.
Simak juga: Prabowo Subianto: Korps Marinir Miliki Sejarah Gemilang
Menurut Siti, pihaknya merekomendasikan agar aparat penegak hukum untuk responsif dengan segera menindaklanjuti laporan tersebut. Hal ini menjadi penting agar publik mengetahui bahwa, KDP dalam bentuk kekerasan fisik itu tidak boleh dan dapat dipidana.
“Komnas Perempuan akan memantau perkembangan kasus ini, dan dengan korban dapat berkomunikasi kembali dengan Komnas Perempuan,” tuturnya.
[MBN]