BIMATA.ID, Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Republik Indonesia (RI), Mahfud MD menyampaikan, negara penyelenggara Pemilu tidak otomatis disebut demokratis.
Diketahui, saat ini hampir seluruh negara di dunia menjadikan demokrasi sebagai sistem bernegara.
Mahfud mengemukakan, salah satu ciri utamanya adalah hadirnya penyelenggaraan pemilihan umum (Pemilu) untuk memilih wakil rakyat, baik di lembaga legislatif maupun eksekutif.
Baca juga: Prabowo Subianto dan Gibran Saling Berbalas di Twitter
“Namun, tidak secara otomatis negara yang menyelenggarakan Pemilu dapat disebut sebagai negara yang demokratis,” ucapnya, seperti diwakili oleh Deputi Bidang Koordinasi Kesatuan Bangsa Kemenko Polhukam RI, Janedjri Gaffar di Hotel Sari Pan Pacific Jakarta, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (26/01/2023).
Ia menyatakan, tidak setiap Pemilu dapat dikatakan sebagai Pemilu yang demokratis. Sebab, sejatinya Pemilu diperlukan sebagai salah satu mekanisme untuk mewujudkan prinsip kedaulatan rakyat.
“Melalui Pemilu, rakyat tidak hanya memilih orang yang akan menjadi wakilnya dalam menyelenggarakan negara. Tetapi, juga memilih program yang dikehendaki sebagai kebijakan negara pada pemerintahan selanjutnya,” tukas Mahfud.
Lihat juga: Kunjungan Prabowo ke Solo Disambut Langsung Oleh Gibran
Mahfud memastikan, tujuan pelaksanaan Pemilu adalah terpilihnya wakil rakyat dan terselenggaranya pemerintahan yang benar-benar sesuai dengan aspirasi rakyat. Bila tidak, maka Pemilu tersebut sudah kehilangan ruh demokrasi.
“Pemilu yang tidak mampu mencapai tujuan itu hanya akan menjadi mekanisme pemberian legitimasi bagi pemegang kekuasaan negara. Pemilu demikian adalah Pemilu yang kehilangan ruh demokrasi,” ungkap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) RI ini.
Simak juga: Warga Pisangan Timur, Jakarta Timur Sambut Kedatangan Anak Buah Prabowo
[MBN]