BIMATA.ID, Jakarta – Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Republik Indonesia (RI), sepakat tidak akan melakukan Amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 guna menghadirkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) pada periode 2019-2024.
Adapun kesepakatan tersebut diambil melalui rapat gabungan secara tertutup antara Pimpinan MPR RI dan Badan Pengkajian MPR RI di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis, 7 Juli 2022.
Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo mengungkapkan, bahwa Amendemen UUD 1945 saat ini sulit untuk direalisasikan.
“Menghadirkan PPHN melalui Tap MPR dengan perubahan terbatas UUD 1945 atau amendemen yang selama ini dicurigai, ditunggangi perubahan jabatan presiden, saat ini sulit untuk kita realisasikan,” ungkap pria yang akrab disapa Bamsoet ini.
Bamsoet menyampaikan, MPR RI menyadari pentingnya kehadiran PPHN bagi bangsa dan negara guna menjamin kesinambungan pembangunan. Akan tetapi, PPHN tidak perlu melakukan Amendemen UUD 1945.
Politikus Partai Golongan Karya (Golkar) ini menilai, kehadiran PPHN dalam bentuk Undang-Undang (UU) juga kurang tepat.
Untuk itu, alternatif pun akan ditempuh melalui konvensi ketatanegaraan. Pembentukan panitia ad hoc konvensi tersebut baru akan dilakukan melalui rapat gabungan pada 21 Juli mendatang dan akan disahkan melalui rapat paripurna pada 16 Agustus 2022.
“Kita anggap perlu dibentuk panitia ad hoc MPR yang akan lakukan pembahasan hal dimaksuud untuk diambil keputusan,” kata legislator daerah pemilihan (Dapil) Provinsi Jawa Tengah (Jateng) VII ini.
Diketahui, pembentukan PPHN diklaim sebagai upaya untuk memastikan pembangunan nasional tetap berlanjut meski pucuk pimpinan negara berganti.
Setelah proses kajian selesai, Pimpinan MPR RI bakal mengadakan serangkaian pertemuan dengan pimpinan partai politik (parpol), DPD RI, dan pemangku kepentingan lainnya. Jika kajian itu disetujui, maka proses penetapan PPHN bisa ditempuh dengan beragam cara, salah satunya melalui Amendemen UUD 1945.
[MBN]