BIMATA.ID, Jakarta – Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Said Aqil Siradj menilai, momen menghadapi gerakan 212 yang digawangi mantan pimpinan Front Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq Shihab (HRS) merupakan tantangan yang luar biasa.
Said mengemukakan, sebagian orang di dalam tubuh NU memandang 212 sebagai kesempatan kebangkitan Islam. Sebaliknya, dirinya memandang, 212 sebagai gerakan politik yang mengatasnamakan agama.
“Menghadapi 212 menurut saya luar biasa kerasnya tantangan itu. Kalau menurut saya itu bukan kebangkitan Islam, karena itu tujuannya politik yang mengatasnamakan agama,” ucap Said, dalam wawancara Gagasan Kiai Said Menuju Muktamar NU yang diunggah TV NU, Minggu (12/12/2021).
Pasalnya, saat itu memang terdapat banyak orang yang tidak sepakat dengan gerakan 212. Namun Said mengklaim, satu-satunya orang yang menolak 212 secara jelas adalah dirinya.
Said menjelaskan, 212 bukanlah gerakan kebangkitan Islam. Sebab, peserta 212 tidur di masjid dan melakukan ibadah salat di lapangan. Hal ini satu bentuk contoh yang tidak benar.
“Satu-satunya orang yang bersuara keras menolak 212 adalah saya. Barangkali menolak banyak, tapi yang dengan ucapan yang jelas terang benderang hanya saya barangkali,” jelasnya.
Diketahui, gerakan 212 mencuat pada 2017 menjelang pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Provinsi DKI Jakarta. Gerakan tersebut melakukan protes keras terhadap pernyataan Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Provinsi DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang dinilai menistakan agama Islam.
Setelah itu, pengadilan menyatakan Ahok bersalah dan kalah dalam putaran kedua Pilkada Provinsi DKI Jakarta. Said mengungkapkan, dalam momentum politik seperti Pilkada dan Pemilihan Legislatif (Pileg) harus menjaga agar NU sebagai organisasi keagamaan bersikap netral.
Namun, pada momentum Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 kemarin sedikit berbeda. Sebab, Rais Aam PBNU, Ma’ruf Amin dicalonkan sebagai Wakil Presiden RI mendampingi petahana Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi).
“Ada Rais Aam, tidak sembarangan ini, puncak tertingginya NU jadi calon Wapres. Jadi, kita waktu itu sulit untuk menjadikan netralitas di NU,” ungkap Said.
[MBN]