BIMATA.ID, Jakarta- Utang dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali membengkak. Dikutip dari laman APBN Kementerian Keuangan per akhir September 2021, utang pemerintah sudah menembus Rp 6.711,52 triliun.
Utang tersebut bertambah cukup signifikan apabila dibandingkan posisi utang pemerintah pada penghujung Agustus 2021 yakni Rp 6.625,43 triliun. Artinya, dalam sebulan saja, utang negara sudah bertambah sebesar Rp 86,09 triliun.
Bertambahnya utang pemerintah, rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) juga mengalami kenaikan. Pada September 2021, rasio utang terhadap PDB adalah 41,38 persen, sementara sebulan sebelumnya yakni 40,85 persen.
Utang pemerintah Indonesia paling besar dikontribusi dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) domestik yakni sebesar Rp 5.887,67 triliun yang terbagi dalam Surat Utang Negara (SUN) dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).
Di samping itu, pemerintah juga berutang melalui penerbitan SBN valas yakni sebesar Rp 1.280 triliun per September 2021. Baik SBN domestik maupun valas, keduanya sama-sama mengalami kenaikan cukup besar.
Utang pemerintah lainnya bersumber dari pinjaman yakni sebesar Rp 823,85 triliun meliputi pinjaman dalam negeri sebesar Rp 12,52 triliun dan pinjaman luar negeri sebesar Rp 811,33 triliun. Apabila dirinci lagi, pinjaman luar negeri itu terdiri dari pinjaman bilateral Rp 306,18 triliun, pinjaman multilateral Rp 463,67 triliun, dan commercial banks Rp 41,48 triliun.
Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati menyebut kalau pengelolaan anggaran negara tak bisa dilepaskan dari utang negara. Utang pemerintah dipakai untuk menambal defisit APBN. Kenaikan utang pemerintah ibarat dua sisi, bisa menjadi penggerak ekonomi.
Sebaliknya, utang pemerintah bisa menjadi beban apabila tidak dikelola secara baik. Dia sendiri saat ini mengaku cukup gembira, karena banyak warga negara yang antusias membahas soal utang negara, sehingga bisa turut andil mengawasi penggunaan APBN.
“Sekarang semua orang ngurusin utang, semua bicara mengenai itu. Jadi it’s good (bagus) kalau kita punya ownership (rasa memiliki) terhadap keuangan negara,” katanya.
(ZBP)