BIMATA.ID, Jakarta- Pemerintah berkomitmen untuk turut serta mengawal dan mengupayakan implementasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2021 tentang Perlindungan Khusus Bagi Anak. Hal ini sangat penting lantaran menjadi bukti nyata negara hadir dalam upaya memberikan jaminan perlindungan khusus bagi anak.
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Femmy Eka Kartika Putri mengatakan bahwa sejatinya peraturan perundangan terkait perlindungan anak sudah sangat sempurna.
“Namun, perlu dipastikan bagaimana pelaksanannya,” ujar dia seraya membuka Rapat Koordinasi Implementasi PP Nomor 78 Tahun 2021 secara daring dan luring di Hotel Harris Vertu, Jakarta, Selasa (26/10/2021).
Femmy menilai, pemerintah harus terus mengawal dan memastikan kepentingan anak tidak boleh mengutamakan ego sektoral. Seluruh pihak harus terlibat dan merasa bertanggung jawab.
Ia menyebut salah satu bentuk implementasi PP Nomor 78 Tahun 2021 ialah pemerintah menjamin hak anak berhadapan dengan hukum (ABH) sehingga tidak tercabut. Faktanya, dalam banyak kasus ABH terus menjadi pelaku.
“Ada anak di LPKA (Lembaga Pembinaan Khusus Anak) yang tidak mau keluar karena di sana mereka lebih dibina, ketimbang di luar tidak ada kegiatan. Ke depan, setidaknya perlu ada MoU atau koneksi sehingga keluar mereka bisa langsung ke balai/loka,” tuturnya.
Direktur Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Liberti Sitinjak menerangkan bahwa Kemenkumham sudah memberikan pelatihan seperti pembuatan ukiran, mabel, dan lain-lain kepada ABH di LPKA yang ada di Kalimantan Timur, terdapat sekitar 50 anak pelaku kejahatan seksual anak. Demikian juga di Lombok, angkanya masih tinggi yaitu 56 anak.
“Di sana kami lakukan proses pembelajaran. Kami juga tentu menyambut baik untuk membuat pilotting di beberapa provinsi yang jumlah LPKA-nya tinggi,” ucap Liberti.
Ia mengajak seluruh pihak, termasuk pemerintah daerah untuk ikut bertanggung jawab mengembangkan program pembelajaran semacam itu menjadi suatu kerja sama yang besar. Sehingga demikian, setelah anak keluar dari LPKA maka langsung ada lembaga yang menjemput anak tersebut.
“Kami bekerja sama dengan Kemendikbudristek agar anak-anak tersebut tetap dikembalikan ke sekolahnya,” tandasnya.
Sementara itu, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Putu Elvina mengungkap bahwa hingga saat ini angka kasus kejahatan seksual meningkat secara signifikan.
“Artinya hal ini (PP Nomor 78 Tahun 2021) belum terimplementasi,” cetus Putu.
Menurutnya, KPAI mendapatkan laporan terkait Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus (AMPK). Ada lebih dari 15 kategori yang ada pada data tersebut serta terdapat 2.655 kasus yang dilaporkan.
“PP Nomor 78 Tahun 2021 sebenarnya sudah solid dan tinggal implementasinya. Hanya perlu diperkuat untuk pencegahan, penanganan, dan rehabilitasi-integrasi yang dilakukan secara lebih masif dan konsisten oleh semua pihak,” pungkasnya.
Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) Nahar juga menyatakan bahwa pemerintah melalui KPPPA sudah melakukan upaya yakni meliputi penanganan yang cepat termasuk pengobatan atau rehabilitasi fisik, psikis, dan sosial. Pendampingan psikosial pada saat pengobatan sampai pemulihan, pemberian bansos bagi anak tidak mampu, serta pemberian perlindungan dan peradilan pada setiap proses peradilan anak.
(ZBP)