BIMATA.ID, Jakarta- Direktur Program Multistakeholder Forestry Programme Phase 4 (MFP4), Tri Nugroho mengutarakan, Pertumbuhan bisnis produk hutan berbasis masyarakat masih sangat rendah. Hanya sekitar 8 persen dari total 7.529 Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) di Indonesia, yang bisa mengakses pasar.
Melihat permasalahan ini, MFP4 yang merupakan hasil kerjasama bilateral antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Inggris, melakukan kerjasama dengan lembaga yang disebut sebagai Market Access Player (MAP) yang memiliki solusi menjembatani masyarakat pelaku usaha hutan dengan pasar.
MAP berbeda dengan pedagang biasa, pedagang hanya membeli satu komoditas dan membawanya ke pasar, menjualnya ke pasar dan mengambil margin keuntungan. Tidak demikian dengan MAP.
“Market Access Player tidak demikian. Dia membeli, memberikan nilai tambah, memperkuat masyarakat, dan menjualnya dengan pesan-pesan kepada pasar yang menceritakan the story behind the comodity,” ujar Tri Nugroho ditulis Rabu (25/08/2021).
Partnership Director, Sekolah Seniman Pangan (SSP), Etih Suryatin mengungkapkan, diawali dari adanya kekhawatiran dan adanya potensi sumber daya alam yang luas namun terlupakan dan belum diolah menjadi produk yang punya nilai ekonomi tinggi. SSP juga membantu mengasah kemampuan kewirausahaan para petani, nelayan, dan food artisan di Indonesia.
“Kami mengembangkan wirausaha pedesaan, termasuk pengembangan produknya. Kami bersifat action based learning,” kata Etih.
Banyak produk khas Indonesia pun sudah berhasil dipasarkan oleh SSP. Semua diberi kemasan dan dibranding secara modern, menarik, dan disertai tulisan cerita menarik dibalik produk-produk istimewa itu.
(ZBP)