BIMATA.ID, Jakarta- Menteri Keuangan Sri Mulyani akan menarik pajak korporasi atau wajib pajak (WP) badan yang merugi dengan skema alternative minimum tax (AMT).
Dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Kelima atas Undang-Undang no. 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, rencananya tarif akan diberlakukan pemerintah sebesar 1% dari peredaran usaha.
Pengamat Pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Darussalam menilai, rencana penerapan AMT dalam sistem pajak Indonesia bisa memberikan dampak positif terhadap penerimaan negara, terutama terkait disiplin pembayaran pajak.
“Ini akan berdampak positif bagi upaya melawan penghindaran pajak, khususnya melalui skema rugi fiskal secara terus menerus,” ujar Darussalam.
Darussalam menegaskan, penerapan AMT ini tidak bermaksud untuk mencegah skema penghindaran pajak tertentu. Justru, ini akan berperan sebagai safeguard yang akan menjamin kontribusi pembayaran pajak, setidaknya dalam jumlah minimal tertentu dari setiap Wajib Pajak (WP) Badan.
Kemudian, pemerintah memperkirakan, rencana penarikan pajak terhadap perusahaan yang merugi bisa mendulang penerimaan pajak sebesar Rp 8,3 triliun.
Nah, untuk menghitung nilai potensi penerimaan pajak dari penerapan AMT, pemerintah menggunakan data jumlah penghasilan bruto dari WP yang mengalami kerugian selama lima tahun berturut-turut. Kemudian, dikalikan dengan tarif efektif AMT yang sebesar 1% tadi.
Perhitungan ini didapat dengan menilik data internal Kementerian Keuangan, yang menunjukkan setidaknya terdapat 9.496 WP yang mengalami kerugian fiskal 5 tahun berturut-turut dengan jumlah penghasilan bruto pada tahun 2019 sekitar Rp 830 triliun.
Sementara dari DDTC sendiri, Darussalam mengaku hingga kini masih belum memiliki estimasi penerimaan dari AMT tersebut. Namun, mengutip dari studi yang dilakukan oleh Aslam dan COelho pada tahun 2021 atas penerapan AMT di 50 negara, terlihat bahwa kenaikan tarif pajak efektif sebesar 1,6% dari WP Badan.
“Artinya, AMT berhasil mengurangi pola underpayment of tax yang biasanya timbul akibat penghindaran pajak,” jelas Darussalam.
(Bagus)