BIMATA.ID, Palu- Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Parigi Moutong (Parimo) Efendi Batjo mengatakan, terkait penginputan data untuk kartu nelayan Parimo itu sejak tahun 2019 lalu sudah ditangani lewat petugas-petugas statistik.
”Untuk penginputan data sudah masuk lewat petugas statistik kita, dulu kan namanya itu kartu nelayan,” kata Efendi kepada wartawan usai penanaman bibit mangrove di pesisir Pantai Mertasari, Jumat 21 Februari 2020.
Ia menjelaskan, sebelumnya kartu nelayan tersebut hanya mencakup nelayannya saja. Padahal nelayan itu tidak hanya yang melaut tetapi pembudidaya di bidang perikanan juga disebut dengan nelayan. Maka saat ini kartu itu berubah nama menjadi Kusuka (Kartu pelaku usaha perikanan).
“Kartu Kusuka itu di input di input di Kementerian Kelautan dan Perikanan,”jelasnya.
Hanya saja sistem penginputan terbilang sangat sulit, berbeda dengan kartu nelayan yang sistem penginputanya sangat mudah.
”Kalau kartu nelayan itu kita input 10 semua itu terinput, tapi kalau kartu Kusuka ini satu saja kita input sangat sulit. Nah dari 9 ribu jumlah nelayan di Parimo sampai kapan bisa selesai penginputannya,” ungkapnya.
Meskipun begitu kata Efendi pihaknya tidak menghawatirkan hal tersebut. Karena menurutnya hampir semua nelayan di Parimo sudah mendapatkan nomor induk kartu nelayan. Kemudian kartu tersebut juga dicetak di pusat sehingga proses pencetakannya sedikit mengalami kendala.
“Hanya proses pencetakannya ini yang sedikit mengalami kendala karena di cetak di pusat,”terangnya.
Namun, untuk sementara sambil menunggu kartu nelayan itu diterbitkan, nelayan bisa menunjukkan kartu tanda penduduk (KTP) ketika dalam proses terkait usaha perikanan.
” Terkait dengan usaha perikanan kan dia butuh kartu, dan sekarang yang bisa ditunjukkan itu hanya KTP nelayan nanti kami verifikasi di kantor apakah itu memang benar nomor induk nelayan yang di maksud,” ujarnya.
Sehingga, dengan dasar kartu kusuka itu tambahnya nelayan bisa memperoleh asuransi.
”Jadi tahun pertama mereka ini gratis, tahun kedua juga gratis dengan nilai klaimnya itu mencapai Rp 200 juta kemudian berikutnya mereka harus bayar Rp 175 ribu dan ini hanya berlaku untuk pelaku usaha itu,” sebut mantan Kadis DLH Parimo itu.
Sumber: paluekspres.fajar.co.id
Editor : Fakhri ID