BIMATA.ID, JAKARTA- Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) Partai Gerindra di Badan Legislasi (Baleg) DPR Heri Gunawan mengatakan fraksinya telah memperjuangkan kesepakatan dengan buruh mengenai ketentuan di Omnibus Law RUU Cipta Kerja (Ciptaker) yang telah disetujui paripurna menjadi UU Cipta Kerja.
“Kesepakatan dengan buruh merupakan garis perjuangan Partai Gerindra, terkait klaster ketenagakerjaan sudah kami suarakan dan kami perjuangkan dengan beberapa hal dikembalikan ke UU existing,” ucap Heri Gunawan, Rabu (7/10/2020).
Kesepakatan yang dimaksud Heri adalah hasil Focus Group Discussion (FGD) Tim Perumus bersama anggota panitia kerja Badan Legislasi DPR RI dan serikat pekerja/buruh yang berlangsung pada 20 – 21 Agustus 2020, di Jakarta yang diinisiasi Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad.
Saat itu hadir mewakili buruh yakni Presiden KSPI Said Iqbal beserta perwakilan 15 serikat buruh lainnya.
Di antaranya FSPMI, SPN, Aspek Indonesia, FSP KEP KSPI, GURU hingga PPMI 98. “Dari tujuh isu krusial, seperti PHK massal, semua sudah dikembalikan ke UU existing. Bagaimana syarat-syarat PHK itu juga kembali ke UU existing. Tidak ada yang berubah sama sekali,” tegas legislator yang beken disapa dengan panggilan Hergun ini.
UU Cipta Kerja menegaskan tidak menghilangkan hak cuti haid, hingga pengaturan cuti hamil yang sudah diatur di UU Ketenagakerjaan.
“Satu-satunya, yang berpengaruh kepada teman-teman buruh adalah menyangkut jumlah pesangon,” kata wakil ketua Fraksi Gerindra DPR ini.
Meskipun beberapa mengalami perubahan ataupun reformulasi, hal itu menurutnya dalam rangka memberikan kepastian dan perlindungan bagi pekerja. Negara hadir ikut serta dalam program jaminan kehilangan pekerjaan (PHK).
“Diharapkan, melalui dukungan jaminan kehilangan pekerjaan total manfaat tidak hanya diterima oleh pekerja, namun juga dirasakan oleh keluarga pekerja,” jelas politikus asal Sukabumi ini.
Dalam UU Cipta Kerja, katanya, Upah Minimum Provinsi dan Kabupaten/kota masih ada.
Besarnya ditentukan dan disesuaikan dengan kelayakan hidup, pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Pesangon menurut Hergun juga dijamin bisa dibayar. Dalam UU lama jumlah pesangon 32 kali upah namun tidak jelas pelaksanaannya oleh pengusaha. Buktinya, hanya 7 persen pengusaha yang mampu membayarkan pesangon tersebut.
“Sekarang 25 kali upah tetapi pemerintah yakin bisa membayar, karena 19 kali upah dibayar pengusaha, dan enam kali upah dibayar lunas melalui jaminan kehilangan pekerjaan,” jelasnya.
Hergun mengatakan bahwa poin-poin penting dari UU Cipta Kerja ini telah disampaikan dalam pandangan Fraksi Gerindra di rapat paripurna dewan dua hari lalu. Fraksinya berpandangan keputusan DPR bersama pemerintah merupakan hasil politik hukum terbaik yang diberikan secara musyawarah mufakat.
“UU Cipta Kerja sejak awal pembahasan telah menimbulkan banyak kontroversi. Namun, dalam situasi dan kondisi yang ada, kita (DPR, red) harus realistis dan mengambil kebijakan yang tepat, meskipun bisa saja tidak populis,” ucap Hergun.
Pengurus partai pimpinan Prabowo Subianto di DPR ini juga menyampaikan sejumlah catatan penting lain mengenai UU Ciptaker. Antara lain, UU Cipta Kerja ini akan memberi kemudahan berusaha yang diharapkan memperbaiki iklim berusaha dengan sistem perizinan yang akuntabel. Problem tumpang tindih regulasi dan birokratisasi diharapkan dapat diselesaikan dengan ciptaker sehingga ego sektoral yang selama ini menjadi masalah berhasil disatukan. Berikutnya, kata Hergun, pembahasan UU Ciptaker juga memperhatikan masyarakat kecil, seperti memprioritaskan UMKM.
Kemudian terkait perlindungan masyarakat di kawasan hutan, di mana mereka mendapat kepastian untuk memanfaatkan keterlanjuran lahan di kawasan hutan, hingga hilangnya ancaman pidana bagi masyarakat yang tinggal turun temurun dalam kawasan hutan.
“Masyarakat diberikan haknya bukan diambil haknya, dan dilakukannya pengaturan RT/RW, penataan kawasan dalam kebijakan satu peta (one map policy),” ungkap Anggota Komisi XI DPR ini.
Keberpihakan kepada nelayan terkait penyederhanaan perizinan berusaha untuk kapal perikanan nelayan berikan dalam bentuk kemudahan melalui satu pintu di KKP. Kemudian memudahkan dan menyederhanakan proses dalam sertifikat halal bagi Pelaku Usaha Mikro dan Kecil dalam sertifikasi jaminan produk halal.
“Di mana Pelaku Usaha Mikro dan Kecil, tidak dikenai biaya sertifikasi halal, dipermudah dan diperluas dengan lembaga pemeriksa halal yang bisa dilakukan baik oleh ormas Islam maupun perguruan tinggi. Namun tetap fatwanya dari MUI,” sebut Hergun.
Hal penting lain dari UU Ciptaker adalah pengaturan mengenai UU Pendidikan dan UU Pers dikembalikan ke existing. Terkait peran fungsi pemerintah daerah dan pemerintah pusat dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta terkait otonomi daerah tetap dilaksanakan oleh pemerintah daerah sesuai dengan norma standar prosedur dan kriteria (NSPK) yang dilakukan oleh pemerintah pusat. Untuk sistem sanksi menekankan kepada keadilan restoratif, dengan basis administrasi tetapi tingkat terakhir tetap sanksi pidana apabila terkait lingkungan hidup maupun kecelakaan kerja.
(Usman/Bagus)