BIMATA.ID, JAKARTA- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memperkirakan realisasi serapan biodiesel tahun ini di bawah alokasi yang ditetapkan sebesar 9,6 juta kiloliter (KL). Pandemi Covid-19 yang memukul konsumsi bahan bakar minyak (BBM) turut berdampak ke serapan biodiesel yang dicampur ke solar.
Direktur Bioenergi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Andriah Feby Misna menuturkan, campuran biodiesel adalah cara yang efisien untuk mengembangkan solusi yang lebih ramah lingkungan untuk pemenuhan kebutuhan energy yang sudah diimplementasikan sejak 2016. Di tahun lalu, realisasi serapan biodiesel tercatat mencapai 6,4 juta KL.
“Konsumsi biodiesel di 2020 diproyeksikan akan turun sebesar 13% dari alokasi tahun ini akibat pandemi Covid-19,” kata dia dalam keterangan resminya, akhir pekan lalu.
Dengan alokasi tahun ini sebesar 9,6 juta KL, maka proyeksi serapan biodiesel sampai akhir tahun hanya 8,35 juta KL. Meski demikian, pemerintah tetap berkomitmen melanjutkan mandatori biodiesel ini, bahkan akan meningkatkannya dari biodiesel 30% (B30) menjadi B40.
Pemerintah tengah melakukan persiapan uji coba B40. Tak hanya itu, PT Pertamina (Persero) dan Institut Teknologi Bandung (ITB) juga mengembangkan katalisator untuk menghasilkan BBM hijau (green fuel) berbasis minyak sawit yang ditargetkan siap berproduksi pada 2023.
“Meskipun terpukul pandemi global, pemerintah Indonesia tetap berkomitmen untuk melanjutkan program wajib B30,” tegas Feby.
Kementerian ESDM mencatat pemanfaatan biodiesel baru sebesar 4,23 juta KL atau 44,22% dari alokasi yang ditetapkan sebesar 9,6 juta KL di akhir Juni. Penyaluran B30 sempat terdampak pandemic Covid-19 yang menyebabkan melemahnya kebutuhan BBM secara umum. Pada Juni lalu, penyaluran B30 ini jatuh di level 87% dari posisi Februari sebesar 95%.
Akan tetapi, Direktur Jenderal EBTKE FX Sutijastoto sempat mengungkapkan, pihaknya tidak akan mengurangi alokasi biodiesel yang telah ditetapkan. “Alokasi tetap 9,6 juta KL in case ada recovery,” tutur Sutijastoto. Kementerian ESDM memproyeksikan serapan biodiesel akan terus meningkat ke depannya. Tahun depan, serapan biodiesel masih akan stabil yakni sebesar 10,2 juta KL.
Selanjutnya, serapan biodiesel mulai naik signifikan menjadi 14,2 juta KL di 2022, 14,6 juta KL di 2023, dan mencapai 17,4 juta KL di 2024. Konsumsi biodiesel terus naik sejak 2017 lalu. Pada 2018, konsumsi biodiesel tercatat sebesar 3,55 juta KL atau meningkat 49% dibandingkan realisasi 2017 sebesar 2,37 juta KL. Peningkatan konsumsi lantaran adanya perluasan insentif biodiesel ke sektor nonsubsidi. Selanjutnya, konsumsi biodiesel melejit menjadi 6,37 juta KL pada tahun lalu.
Co-firing Biomassa Tak hanya untuk BBM, pemerintah juga mengoptimalkan pemanfaatan bahan bakar hijau di PLTU yang berbahan bakar batu bara. Pemerintah mendorong pemanfaatan co-firing biomassa sebagai subtitusi batubara pada pembangkit listri. Dalam skema co-firing ini, lanjutnya, biomassa yang digunakan berupa pelet yang bersumber dari segala jenis sampah organik.
Hal ini guna meningkatkan kemandirian energi nasional serta mengoptimalkan potensi pembangkit listrik tenaga biomassa yang sampai saat ini baru mencapai kurang dari 1,9 gigawatt (GW) dari total potensi sekitar 32 GW.
“Sekitar 114 PLTU sudah melakukan co-firing test dengan menggunakan biomassa pelet serta RDF hingga 10%, bergantung pada teknologi boiler. Kami berharap pada 2021 dapat mulai menerapkan co-firing di PLTU batubara secara berkelanjutan,” ujar Feby.