HukumBeritaNasional

Pakar Hukum: Penanganan Kasus Ojol Tewas Jangan Berhenti di Ranah Etik Polisi

BIMATA.ID, Yogyakarta – Pakar Hukum Tata Negara Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Biantara Albab, menegaskan bahwa seluruh proses hukum terkait kasus tewasnya pengemudi ojek online (ojol) yang terlindas mobil Brimob harus berjalan secara imparsial dan transparan.

Ia menekankan, negara wajib membuka setiap tahap penyelidikan kepada publik agar tidak ada kecurigaan penyimpangan.

“Pemerintah harus membuka seluruh proses hukum dari awal hingga akhir secara transparan. Penanganan kasus harus imparsial, tanpa keberpihakan, dan tidak boleh melindungi aparat hanya karena statusnya sebagai bagian dari institusi negara. Selain itu, akses keadilan bagi korban maupun keluarga harus benar-benar terjamin, baik secara hukum maupun sosial,” ujar Biantara di Yogyakarta, Jumat (29/08/2025).

Menurutnya, prinsip “equality before the law” atau kesetaraan di hadapan hukum harus menjadi pijakan utama dalam menangani perkara ini.

Ia menegaskan, setiap warga negara, baik masyarakat biasa maupun aparat, memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum tanpa pengecualian.

Biantara menilai, penanganan kasus tidak boleh berhenti pada sanksi etik kepolisian semata. Peristiwa yang menelan korban jiwa tersebut harus diproses pidana agar dapat menjawab rasa keadilan masyarakat luas.

“Apakah masuk pasal pembunuhan, kelalaian, atau pasal lain, yang terpenting jangan berhenti di ranah etik profesi kepolisian,” tegasnya.

Ia mengingatkan, kasus ini menyentuh persoalan mendasar negara hukum sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945 bahwa Indonesia adalah negara hukum.

Artinya, tidak ada satu pun pihak, baik rakyat maupun penguasa, yang boleh bertindak di luar kerangka hukum.

“Harapan saya, kejadian ini jangan sebatas persoalan kode etik, tetapi juga diproses pidana. Dengan begitu, penegakan hukum di Indonesia bukan hanya menyentuh kelembagaan, tetapi juga menjawab rasa keadilan masyarakat luas,” katanya menambahkan.

Lebih jauh, Biantara menegaskan prinsip perlindungan warga negara harus dijunjung tinggi tanpa kompromi. Ia mengingatkan, negara memiliki kewajiban konstitusional untuk hadir dan memberikan keadilan tanpa memandang status pelaku.

“Negara harus melindungi rakyatnya, karena itu dijamin dalam UUD 1945. Setiap orang setara di hadapan hukum, sehingga tidak boleh ada perbedaan antara aparat dan masyarakat biasa,” jelasnya.

Sementara itu, Kadiv Propam Polri Irjen Pol Abdul Karim mengungkapkan bahwa terdapat tujuh anggota Brimob yang diduga terlibat dalam peristiwa ini.

Ketujuh personel yang berada di dalam kendaraan taktis tersebut kini masih dalam proses pemeriksaan internal.

Masyarakat pun kini menanti ketegasan Polri dalam menangani kasus ini.

Transparansi dan proses hukum yang imparsial diharapkan dapat menjadi bukti nyata bahwa penegakan hukum di Indonesia tidak tebang pilih dan tetap berpihak pada keadilan.

Related Articles

Bimata