Iran Desak IAEA Kecam Serangan Israel ke Fasilitas Nuklir Damai

BIMATA.ID, Teheran – Kepala Badan Energi Atom Iran, Mohammad Eslami mendesak Badan Energi Atom Internasional (IAEA) untuk segera berhenti bersikap lambat dan secara tegas mengecam serangan-serangan Israel terhadap fasilitas nuklir Iran yang diklaim sebagai fasilitas damai.
Pernyataan tersebut dilaporkan oleh kantor berita semi-resmi Iran, Fars News Agency.
Eslami menyampaikan seruan tersebut dalam surat yang ditujukan langsung kepada Presiden IAEA, Rafael Grossi, menyusul serangan udara Israel terhadap reaktor penelitian air berat Arak yang terletak di wilayah Khondab, Provinsi Markazi, Iran, pada Kamis dini hari waktu setempat.
Menurut Eslami, tindakan Israel tidak hanya bertentangan dengan hukum internasional, tetapi juga membahayakan keselamatan kawasan dan stabilitas global.
Ia mendesak lembaga nuklir dunia tersebut untuk keluar dari posisi pasif dan menyatakan kecaman terbuka terhadap serangan Israel.
Konflik antara Israel dan Iran telah memasuki hari ketujuh sejak dimulai pada 13 Juni 2025, ketika Israel meluncurkan serangan udara ke sejumlah fasilitas militer dan nuklir di Iran, menewaskan beberapa komandan militer dan ilmuwan nuklir terkemuka Iran.
Sebagai respons, Iran melancarkan serangan balasan menggunakan rudal dan drone terhadap beberapa sasaran strategis di wilayah Israel. Ketegangan antara kedua negara pun semakin meningkat, memicu kekhawatiran global terhadap potensi perluasan konflik di kawasan Timur Tengah.
Pada Kamis yang sama, Kementerian Kesehatan Israel melaporkan bahwa sebuah rudal Iran menghantam gedung di Pusat Medis Soroka di wilayah selatan Israel, menyebabkan sedikitnya 71 orang terluka,namun, klaim ini dibantah oleh pihak Iran.
Misi Tetap Iran untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa menyatakan bahwa sasaran serangan mereka adalah markas komando telekomunikasi militer Israel (C4I) serta fasilitas intelijen yang tidak berkaitan dengan warga sipil atau infrastruktur medis.
Pernyataan tersebut menegaskan bahwa Iran tetap berkomitmen pada hukum humaniter internasional dan tidak menargetkan penduduk sipil atau infrastruktur non-militer, serta menyayangkan upaya untuk menggiring opini internasional melalui informasi yang dinilai menyesatkan.




